REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PKB, Agus Sulistiyono, menilai terulangnya sikap represif aparat keamanan dalam insiden Sape, Bima NTB, menjadi bukti adanya feodalisme dalam sektor pertambangan.
"Penyelesaian kasus sosial tambang yang terjadi di Bima NTB dan lain-lain harus direspon dalam konteks penyelesaian tambang secara nasional, tidak bisa diselesaikan dari kasus perkasus," katanya kepada pers Senin.
Kasus sosial tambang yang terjadi berulang-ulang dan merenggut nyawa masyarakat sekitar areal tambang menjadi bukti bahwa SOP dan tindakan aparat juga sudah kebablasan, ujarnya.
Dikemukakannya bahwa sikap aparat dalam merespon kasus demi kasus yang terjadi di areal pertambangan semakin menunjukkan bahwa represifitas aparat itu tidak lain adalah bentuk "feodalisme" disektor energi yang kembali terulang.
Menurut dia, hampir tidak ada tambang besar di Indonesia, seperti Freeport, Newmont dan lainnya yang tidak dilanda problem sosial. Akar masalah sosial dan peristiwa berdarah di pelabuhan Sape Bima NTB dinilai tidak jauh berbeda dengan problem sosial yang melanda Freeport.
Terkait fenomena banyaknya kasus kekerasan yang terjadi antara perusahaan tambang dan masyarakat sipil, Agus Sulistiyono mendesak pemerintah agar melakukan moratorium izin pembukaan tambang hingga kasus sosial pertambangan yang ada saat ini terselesaikan secara nasional.
"Penutupan izin pembukaan tambang atau perusahaan-perusahan tambang nakal yang mengakibatkan terjadinya kasus kekerasan sosial dan kerusakan lingkungan mendesak dan
harus segera dilakukan," ujarnya.
Dia mengatakan bahwa insiden kekerasan aparat seperti yang terjadi di Sape Bima NTB jelas akan menjadi bom waktu jika pemerintah tidak sigap dalam merespon kasus-kasus sosial pertambangan yang terjadi secara nasional.
"Kita tidak anti dengan kegiatan apapun, apalagi jika kegiatan tersebut memiliki dampak positif terhadap pembangunan kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi, kami tidak bisa membiarkan pola kerja birokrasi atau aparat yang korup, represif, feodal, hukum yang lemah dan UU pertambangan yang penuh rekayasa dan tidak berpihak kepada kepentingan rakyat," ujarnya.
Oleh sebab itu, ia menambahkan, penghentian sementara pembukaan izin pertambangan atau perusahaan tambang nakal mendesak dan harus segera dilakukan. "Kita harus kembali menegaskan bahwa tak ada satu pun kaidah hukum, maupun protap kepolisian yang bisa membenarkan tindakan brutal aparat keamanan," katanya.