Rabu 18 Jan 2012 16:32 WIB

Kisah Sahabat Nabi: Qais bin Sa'ad, Ahli Strategi yang Gagah Berani

Ilustrasi
Foto: Wordpress.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Qais bin Sa'ad adalah seorang pemuda lihai, banyak tipu muslihat, mahir, licin dan cerdik. Ia pernah berujar, "Kalau bukan karena Islam, aku sanggup membikin tipu muslihat yang tidak dapat ditandingi oleh orang Arab manapun!"

Pada Perang Shiffin, peperangan antara Ali dan Muawiyah, ia berdiri di pihak Ali. Maka duduklah ia merencanakan suatu tipu muslihat yang akan membinasakan Mu'awiyah dan para pengikutnya di suatu hari nanti.

Namun, ketika ia menyadari bahwa muslihat itu sangat jahat dan berbahaya, ia pun teringat akan firman Allah, "Dan tipu daya jahat itu akan kembali menimpa orangnya sendiri." (QS. Fathir: 43).

Maka ia pun segera membatalkan rencana tersebut sambil memohon ampun kepada Allah, seolah-olah mulutnya berkata, "Demi Allah, seandainya Mu'awiyah dapat mengalahkan kita nanti, maka kemenangannya itu bukanlah karena kepintarannya, tetapi hanyalah karena kesalehan dan ketakwaan kita."

Sesungguhnya pemuda Anshar dari Suku Khazraj ini adalah dari golongan pemimpin besar, yang mewariskan sifat-sifat mulia. Ia putra Sa'ad bin Ubadah, seorang pemimpin Khazraj.

Tak ada perangai lain pada dirinya yang lebih menonjol dari kecerdikannya kecuali kedermawanannya. Dermawan dan pemurah bukanlah merupakan perangai baru bagi Qais. Sebab, ia adalah keturunan orang-orang yang dikenal dermawan dan pemurah.

Suatu hari, Umar bin Al-Khathab dan Abu Bakar Ash-Shiddiq bercakap-cakap seputar kedermawanan Qais. "Kalau kita biarkan terus pemuda ini dengan kedermawanannya, niscaya akan habis licin harta orang tuanya," kata Umar.

Pembicaraan tentang Qais itu sampai kepada sang ayah, Sa'ad bin Ubadah. "Siapa yang dapat membela diriku terhadap Abu Bakar dan Umar? Diajarnya anakku kikir dengan memperalat namaku," kata Sa'ad.

Selain itu, Qais bin Sa'ad juga terkenal dengan keberanian di medan juang. Ia turut membela Rasulullah SAW—dengan gagah berani— dalam setiap pertempuran, ketika beliau masih hidup. Dan kemasyhuran itu bersambung pada pertempuran-pertempuran yang dijalaninya setelah Rasulullah wafat.

Sesungguhnya, keberanian sejati memancar dari kepuasan pribadi orang itu sendiri. Kepuasan ini bukan karena dorongan hawa nafsu dan keuntungan tertentu, tetapi disebabkan oleh ketulusan diri pribadi dan kejujuran terhadap kebenaran.

Demikianlah, sewaktu timbul pertikaian antara Ali dan Mu'awiyah, Qais memencilkan diri. Dia terus berusaha mencari kebenaran dari celah-celah kepuasannya itu. Hingga akhirnya, demi melihat kebenaran itu berada di pihak Ali, bangkitlah ia, tampil di samping sepupu Rasulullah itu dengan gagah berani.

Di medan Perang Shiffin, Jamal, dan Nahrawan, Qais merupakan salah seorang pahlawan yang berperang tanpa takut mati. Dialah yang meneriakkan bendera Anshar dengan kata-kata, "Bendera inilah bendera persatuan!"

Keberanian Qais mencapai puncak dan kematangannya sesudah syahidnya Ali dan dibaiatnya Hassan. Sesungguhnya Qais memandang Hassan ra sebagai tokoh yang cocok menurut syariat untuk jadi Imam (Kepala Negara), maka ia pun berbaiat kepadanya. Qais berdiri di samping Hassan sebagai pembela, tanpa mempedulikan bahaya yang akan menimpanya.

Ketika perang telah mencapai puncaknya dan Hassan menderita luka-luka kemudian membaiat Mu'awiyah, maka tanggungjawab pasukan ada di pundak Qais. Ia mengumpulkan mereka semua, kemudian berkata, "Jika kalian menginginkan perang, aku akan tabah berjuang bersama kalian hingga salah satu di antara kita dijemput maut terlebih dahulu. Namun, jika kalian memang memilih perdamaian, maka aku akan mengambil langkah-langkah untuk itu."

Pasukannya memilih yang kedua. Maka mereka meminta jaminan keamanan dari Mu'awiyah yang kemudian memberikannya dengan suka cita. Mu'awiyah merasa takdir telah membebaskannya dari musuhnya yang terkuat, paling gigih, serta berbahaya!

Pada tahun 59 H, di Kota Madinah Al-Munawwarah, telah pulang ke rahmatullah seorang pahlawan. Seorang pemberani yang dengan keislamannya dapat mengendalikan kecerdikan dan keahlian tipu muslihat menjadi obat penawar bisa.

Lelaki yang pernah berkata, "Kalau tidaklah aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, 'Tipu daya dan muslihat licik itu di dalam neraka,' Niscaya akulah yang paling lihai di antara umat ini!" itu pun menemui Rabb-nya. Meninggalkan nama harum sebagai seorang laki-laki yang jujur, terus terang, dermawan dan berani.

sumber : 101 Sahabat Nabi karya Hepi Andi Bastoni
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement