REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kedudukan seseorang sebagai hakim, termasuk hakim di Mahkamah Konstitusi (MK) cukup rentan, terlebih terkait dengan perkara dan orang yang berperkara. Karena itu, hakim sebaiknya tidak bertemu dengan orang-orang yang terkait dengan perkara.
Menurut pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, seorang hakim, apalagi seorang hakim MK tidak pantas bertemu dengan pimpinan-pimpinan parpol. Karena menurutnya, biar bagaimana pun, pimpinan parpol adalah orang-orang yang berpotensi berperkara di MK. Hal ini disampaikannya terkait kabar bergabungngya Ketua MK Mahfud MD dengan tim sukses Aburizal Bakrie (Ical), ketua umum DPP Partai Golkar, sebagai capres di 2014. Mahfud membantahnya, namun mengaku sering berkomunikasi dengan Ical.
Menurut Refly, bergaulnya hakim dengan orang-orang politik akan berdampak pada prinsip pemisahan kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif. “Kalau hakim itu seperti pengakuan Mahfud biasa bergaul dengan tokoh politik, maka akan berpengaruh minimal pada cara pandang dia, dan mungkin juga pada putusan,” ujar Refly, Kamis (19/1).
Tak hanya itu, lanjut dia, masalah ini juga bisa menghilangkan kepercayanan publik terhadap lembaga peradilan. Hakim-hakim MK seharusnya bisa menjaga etika untuk tidak bersinggungan dengan tokoh politik dengan alasan apapun, utamanya untuk silahturahim atau berdiskusi. “Seorang hakim MK menurut saya harus harus bisa menjadi orang yang netral. Dia tidak boleh jadi bagian dari keriuahan itu sendiri,” tegasnya.
Siapapun yang menjadi hakim MK, menurut Refly, harus belajar menahan diri untuk tidak terlibat dalam politik sehari-hari, apalagi untuk berdiskusi dan mengadakan pertemuan dengan tokoh politik. Dia menilai, hal itu pilihan dalam memutuskan sebagai seorang hakim.