REPUBLIKA.CO.ID, Ibadah haji perpisahan kini sudah selesai, dan sudah tiba pula saatnya puluhan ribu orang yang menyertai Nabi dalam ibadah ini untuk pulang ke rumah masing-masing. Nabi dan sahabat-sahabat pun bertolak menuju Madinah.
Ketika mereka sudah sampai dan menetap lagi di kota itu, keadaan seluruh semenanjung sudah aman. Namun, yang masih selalu menjadi pikiran Rasulullah SAW adalah beberapa daerah yang masih di bawah kekuasaan Romawi dan Persia di daerah Syam, Mesir dan Irak.
Sekembalinya dari ibadah haji perpisahan, pikiran dan perhatian Nabi Muhammad tertuju ke bagian utara, sebab daerah selatan sudah tidak perlu dikhawatirkan lagi. Sebenarnya, sejak terjadinya Perang Mu'tah, dan Muslimin kembali dengan membawa rampasan perang dan sudah merasa puas pula melihat kepandaian Khalid bin Walid menarik pasukan, sejak itu pula Rasulullah sudah memperhitungkan pihak Romawi matang-matang.
Beliau berpendapat, kedudukan Muslimin di perbatasan Syam itu perlu sekali diperkuat, agar mereka yang dulu pernah keluar dan jazirah ini ke Palestina, tidak kembali lagi menghasut perang dan mengerahkan penduduk daerah itu. Oleh karena itu, beliau menyiapkan pasukan perang yang cukup besar, seperti persiapannya yang dulu, tatkala mengetahui rencana Romawi hendak menyerbu perbatasan jazirah itu. Dan beliau sendiri yang memimpin pasukan sampai di Tabuk.
Tetapi waktu itu, pihak Romawi sudah menarik pasukannya sampai ke perbatasan dalam negeri dan ke dalam benteng mereka sendiri. Sungguh pun begitu, daerah utara ini harus tetap diperhitungkan.
Oleh karena itu, selesai ibadah haji perpisahan di Makkah, belum lama kaum Muslimin tinggal di Madinah, Nabi mengeluarkan perintah supaya menyiapkan sebuah pasukan besar ke daerah Syam, dengan menyertakan kaum Muhajirin yang mula-mula masuk Islam, termasuk Abu Bakar dan Umar.
Pasukan ini dipimpin oleh Usamah bin Zaid bin Haritsah. Usia Usamah waktu itu masih muda sekali, belum melampaui 20 tahun. Kalau tidak karena terbawa oleh kepercayaan yang teguh kepada Rasulullah, kepemimpinan Usamah atas orang-orang yang sudah lebih dahulu dan atas kaum Muhajirin serta sahabat-sahabat besar itu, tentu akan sangat mengejutkan mereka.
Namun, ditunjuknya Usamah bin Zaid oleh Nabi dimaksudkan untuk menempati tempat ayahnya yang sudah gugur dalam pertempuran di Mu'tah dulu, dan akan menjadi kemenangan yang dibanggakan sebagai balasan atas gugurnya sang ayah. Disamping itu, Rasulullah juga hendak mendidik kaum muda agar membiasakan diri memikul beban tanggungjawab yang besar dan berat.
Rasulullah memerintahkan kepada Usamah supaya menjejakkan kudanya di perbatasan Balqa' dengan Darum di Palestina, tidak jauh dari Mu'tah, tempat ayahnya dulu terbunuh. Beliau juga memerintahkan Usamah agar menyerang musuh Allah itu pada pagi buta, dengan serangan yang gencar, dan menghujani mereka dengan api. Hal ini supaya diteruskan tanpa berhenti sebelum berita sampai lebih dulu kepada musuh. Apabila Allah sudah memberi kemenangan, tidak usah lama-lama tinggal di tempat itu, Usamah dan pasukannya harus segera kembali.
Usamah dan pasukannya berangkat ke Jurf (tidak jauh dari Madinah). Mereka mengadakan persiapan hendak berangkat ke Palestina. Namun, saat mereka sedang bersiap-siap itu, tiba-tiba Rasulullah jatuh sakit. Dan sakitnya makin keras, sehingga mereka akhirnya tidak jadi berangkat.
Perjalanan pasukan ke Syam yang akan mengarungi sahara dan daerah tandus selama berhari-hari itu bukan soal ringan, dan tidak pula mudah buat kaum Muslimin. Sedangkan Nabi dalam keadaan sakit, dan yang sudah mereka sadari pula apa sebenarnya di balik sakitnya itu. Ditambah lagi mereka memang belum pernah melihat Nabi mengeluh karena sesuatu penyakit yang berarti.
Penyakit yang pernah diderita Rasulullah tidak lebih dari kehilangan nafsu makan yang pernah dialaminya di tahun keenam Hijrah, tatkala tersiar berita bohong bahwa beliau telah disihir oleh orang-orang Yahudi. Dan satu penyakit lagi yang pernah beliau derita sehingga dibekam, yaitu setelah mengkonsumsi daging beracun di tahun ketujuh Hijrah.
Cara hidupnya dan ajaran-ajaran Rasulullah memang jauh dari gejala-gejala penyakit dan akibat-akibat yang akan timbul karenanya. Beliau membatasi diri dalam makanan, dan makan hanya sedikit. Beliau sederhana dalam berpakaian dan cara hidup, serta sangat menjaga kebersihan. Pola hidup Rasulullah SAW jauh dari unsur-unsur pengundang penyakit. Jadi, kalau sekarang beliau jatuh sakit, wajar sekali menjadi kekhawatiran sahabat-sahabat dan orang-orang yang mencintainya.