REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Mahkamah Konstitusi (MK) mengatakan anak di luar nikah mendapatkan perlindungan hukum sebagaimana pada putusan MK pada uji materi Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 43 ayat (1).
"Uji materi UU itu, kini mengatur perlindungan anak-anak yang dilahirkan dari hubungan di luar nikah," kata Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Ahmad Sodiki, usai mengisi kuliah umum di Universitas Lampung (Unila), Bandarlampung, Sabtu.
Ia mengatakan, anak yang lahir di luar nikah itu posisinya rawan, tidak berdosa. Tapi anak dan ibunya menanggung beban moral yang seharusnya itu adalah tanggung jawab ayah biologisnya.
Menurutnya, anak itu pada dasar dilahirkan dalam kondisi suci, dia tidak pernah menghendaki dilahirkan dari sebuah hubungan di luar nikah. Kedua orangtuanya yang seharusnya menanggung beban.
Anak-anak itu, lanjut dia, berhak mendapat perlindungan dari ayah biologisnya yang telah diatur dalam UU yang berlaku, asalkan dia mampu membuktikan diri secara uji teknologi dan hukum, bahwa anak tersebut merupakan keturunan biologis ayah tertentu, maka dia berhak mendapat harta waris dari ayah tersebut.
Revisi Undang-undang perkawinan itu juga bertujuan untuk memberi efek jera bagi laki-laki yang suka mempermainkan perempuan, tapi tidak bertanggung jawab atas perbuatan yang melanggar norma-norma yang berlaku.
"Ayah biologis harus bertanggung jawab terhadap anak yang dilahirkan, dan dalam hal ini, MK tidak mempersoalkan hubungan perkawinan kedua orangtuanya, namun status anak, negara mulai mengaturnya," ujar dia.
Menurut salah satu warga Bandarlampung, Khairul mengatakan, keputusan MK merupakan keputusan yang humanis dan adil. "Selama ini, tidak ada lembaga masyarakat yang melindungi keberadaan anak-anak tersebut," ujarnya.
Pasal 43 ayat (1) UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Pasal itu berbunyi, anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya.
Ahmad menambahkan, pasal itu bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 sepanjang dimaknai menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum ternyata memiliki hubungan darah sebagai ayahnya