REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA—Ketua Bawaslu, Bambang Eka Cahya Widodo mengatakan ketidakjelasan peraturan dalam undang-undang , peraturan multitafsir dan kekosongan hukum menjadi faktor yang memicu timbulnya masalah di Pemilukada.
‘’Termasuk belum sinkronnya beberapa aturan dalam undang-undang, serta masih adanya dualism peraturan pelaksanaan. Baik peraturan dari pemerintah maupun peraturan KPU yang menimbulkan tumpang tindih aturan,’’ katanya di gedung DPR, Jakarta, Senin (20/2).
Menurutnya, pemilukada merupakan pemilu yang paling banyak dasar hukumnya ketimbang pemilu legislasi atau pemilu presiden. yaitu, undang-undang nomor 32 tahun 2004 mengenai pemerintah daerah dan undang-undang nomor 12 tahun 2008 yang merupakan perubahan atas uu nomor 32 tahun 2004. Sementara penyelenggaran pemilu legislative dan pemilu presiden hanya diatur dalam satu undang-undang.
Selain itu, jelas dia, pemilukada juga diatur dalam dua peraturan yang bersifat teknis pelaksanaan. Yakni, PP dan peraturan KPU. ‘’Pada pemilu legislative dan presiden, peraturan teknis hanya diatur dalam peraturan KPU,’’ tambah dia.
Untuk PP pun, tambah Bambang, tak hanya ada di PP nomor 6 tahun 2005 mengenai pemilihan, pengesahan, pengangkatan, dan pemberhentian kepala daerah dan wakilnya. PP ini telah diubah beberapa kali. Terakhir dengan PP nomor 49 tahun 2008 tentang perubahan ketiga atas PP nomor 6 tahun 2005.
Bambang menjelaskan, ada juga undang-undang yang bersifat khusus untuk untuk daerah yang memiliki keistimewaan. Yaitu, UU nomor 21 tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi provinsi Papua dan UU nomor 11 tahun 2006 tentang pemerintah Aceh.
‘’Masalah regulasi itu sering menghambat pengawasan dan penanganan pelanggaran dan tak jarang memicu konflik dalam pemilukada,’’ tutur dia.