REPUBLIKA.CO.ID, Dari Jabir bin Abdullah RA, ia berkata, “Rasul SAW datang kepada kami, kemudian beliau melihat seseorang yang rambutnya acak-acakan (tidak rapi). Rasul SAW langsung menegurnya, 'Apakah orang ini tidak memiliki minyak yang dapat dia pergunakan untuk merapikan rambutnya?' (HR Nasai dan disahihkan oleh Syekh Nasiruddin Al-Albani).
Hadits di atas menunjukkan perintah secara umum kepada pihak laki-laki Muslim. Lalu bagaimana dengan perempuan Muslim, bolehkah memotong rambut? Syekh Muhammad Nashiruddin Al-Albani menyatakan, hukum memotong rambut bagi perempuan itu tergantung pada niatnya.
“Jika niatnya untuk menyerupai perempuan-perempuan kafir atau fasiq, maka tidak boleh. Tapi jika niatnya untuk menyenangkan suami atau untuk meringankan dirinya, menurut saya ini tidak terlarang. Dengan syarat sesuai dengan hadits yang terdapat dalam Shahih Muslim, bahwa istri-istri Nabi SAW dahulu memotong rambut mereka hingga sepanjang kuping (tempat anting-anting) telinga," jelas Al-Albani dalam Majmu’ah Fatawa Al-Madinah Al-Munawarah (Fatwa-Fatwa Al-Albani).
Syekh Kamil Muhammad Uwaidah dalam Fiqh Muslimah dan Sayyid Sabiq dalam Fiqh as-Sunnah menyatakan, tidak diperbolehkan seorang perempuan Muslim mencukur rambutnya, kecuali suatu hal yang mengharuskannya. Dan ia tidak diperkenankan menyambung rambutnya, walaupun dengan rambutnya sendiri atau milik orang lain, rambut atau bulu hewan, dan lainnya.
Mengapa menyambung rambut dilarang? Karena perbuatan tersebut merupakan menipu, yang membohongi orang lain. “Rasul melarang tipu daya, dan tipu daya perempuan adalah menyambung rambut.”
Sekarang ini, sesuai dengan perkembangan zaman, banyak perempuan Muslim yang menghiasi dirinya dengan cara memotong rambut sesuai mode. Menurut Syekh Muhammad Shalih Al-Utsaimin dalam Majmu' Durus wa Fatawa Haramil Makki, hal itu tidak diperbolehkan, mengingat hal tersebut merupakan perbuatan pemborosan dan berlebih-lebihan.
“Namun apabila ia pergi ke tukang rambut untuk mengaturnya dengan biaya yang ringan, dengan maksud untuk berhias untuk suaminya, maka perbuatan itu tidak apa-apa,” jelasnya sebagaimana dikutip dari kitab Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah (Fatwa-fatwa tentang Perempuan).