Jumat 24 Feb 2012 14:20 WIB

Fikih Muslimah: Hukum Perempuan Memotong Rambut (3-habis)

Rep: Syahruddin El Fikri/ Red: Chairul Akhmad
 Muslimah berjilbab (ilustrasi).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Muslimah berjilbab (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Para ulama Hanabilah (Hanbali) menyatakan, seorang perempuan dimakruhkan untuk memotong rambutnya selain pada waktu haji dan umrah.

Bahkan sebagian ahli fikih Hanabilah mengharamkan perempuan untuk memangkas rambutnya. “Dari Ali bin Abi Thalib RA, Rasul SAW telah melarang perempuan mencukur rambutnya.” (HR Tirmidzi dan Nasai).

Namun demikian, sebagian ulama berpendapat, boleh saja seorang perempuan untuk memotong atau mencukur rambutnya, selama tidak menyerupai laki-laki. Sebab, yang demikian itu dilarang keras.

Berdasarkan hal ini, sebagian ulama usul fikih menyatakan sesungguhnya memotong rambut itu hukumnya boleh. Alasannya, berdasarkan kaidah usul fikih yang menyatakan, “Bahwa segala sesuatu pada asalnya adalah boleh, hingga ada dalil yang mengharamkannya.”

Menurut ulama usul fikih, larangan dalam hadits Nabi SAW adalah masalah menyambung rambut, dan bukan memotongnya. Namun demikian, kebolehan memotong rambut itu hendaknya tidak berlebihan. Sebab, Allah melarang yang berlebih-lebihan dan menyerupai laki-laki.

Selain itu, memotong rambut hendaknya tidak menyerupai perempuan-perempuan kafir. “Barangsiapa yang menyerupai satu kelompok orang, maka ia termasuk kelompok tersebut.” (HR Ahmad).

Berdasarkan hal di atas, Allah SWT menciptakan rambut perempuan sebagai kecantikan dan perhiasan, sehingga haram bagi perempuan mencukur habis rambutnya, kecuali karena darurat. Misalnya alasan penyakit atau sejenisnya.

Namun pada waktu haji dan umrah, perempuan dianjurkan memotong sedikit rambutnya. Sementara kaum laki-laki pada waktu haji dan umrah dianjurkan untuk menggundul rambutnya.

Hal ini menunjukkan bahwa yang disyariatkan bagi perempuan adalah membiarkan rambutnya menjadi panjang dan tidak memangkasnya. Kecuali untuk mempercantik diri, karena penyakit, karena kondisi kemiskinan sehingga tidak mampu mengeluarkan biaya untuk pemeliharaan rambut.

Pada saat demikian seorang perempuan diberi keringanan untuk memangkas sebagian rambutnya, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian istri Nabi SAW setelah beliau wafat. Wallahua’lam.

Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَاَصْبَحَ الَّذِيْنَ تَمَنَّوْا مَكَانَهٗ بِالْاَمْسِ يَقُوْلُوْنَ وَيْكَاَنَّ اللّٰهَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ مِنْ عِبَادِهٖ وَيَقْدِرُۚ لَوْلَآ اَنْ مَّنَّ اللّٰهُ عَلَيْنَا لَخَسَفَ بِنَا ۗوَيْكَاَنَّهٗ لَا يُفْلِحُ الْكٰفِرُوْنَ ࣖ
Dan orang-orang yang kemarin mengangan-angankan kedudukannya (Karun) itu berkata, “Aduhai, benarlah kiranya Allah yang melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya dan membatasi (bagi siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya). Sekiranya Allah tidak melimpahkan karunia-Nya pada kita, tentu Dia telah membenamkan kita pula. Aduhai, benarlah kiranya tidak akan beruntung orang-orang yang mengingkari (nikmat Allah).”

(QS. Al-Qasas ayat 82)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement