Selasa 28 Feb 2012 22:20 WIB

Franz Magnis: Pemimpin Harus Bervisi 100 Tahun ke Depan

Franz Magnis Suseno
Foto: PRIMAONLINE
Franz Magnis Suseno

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pakar filsafat Franz Magnis Suseno mengatakan, salah satu kriteria seorang pemimpin yang baik adalah figur yang mempunyai visi akan dibawa ke mana suatu bangsa, bukan sekedar seseorang yang mampu memecahkan persoalan.

"Pemimpin itu bukan hanya seseorang yang mampu memecahkan persoalan seperti kemiskinan atau pengangguran, tapi dia harus mempunyai visi yang jelas akan dibawa ke mana suatu bangsa dalam seratus tahun mendatang," kata Franz dalam diskusi 'Meneladani Misi Profetik Dalam Kepemimpinan Nasional' di Jakarta, Selasa (28/2).

Franz mengakui bahwa kemampuan untuk memecahkan persoalan adalah salah satu kriteria yang penting yang harus dimiliki pemimpin, namun hal tersebut tidak cukup.

"Soekarno adalah contoh pemimpin Indonesia yang mempunyai visi, memang dia bukan seorang pemecah persoalan yang handal, tapi di bawah kepemimpinannya, masyarakat Indonesia bangga menjadi bagian dari negara ini," kata dia.

Kriteria pemimpin yang baik selanjutnya, setelah mempunyai visi, menurut Franz adalah semangat.

"Kalau pemimpin kita loyo, lemes, bahkan menangis di depan televisi, terus bagaimana dengan rakyatnya?" kata staf pengajar di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara ini.

Franz kemudian melanjutkan, kriteria ketiga yang harus dipunyai oleh pemimpin adalah keberanian yang penuh dengan perhitungan.

"Kita sekarang sudah merasakan bagaimana mempunyai pemimpin yang ragu-ragu, yang berakibat pada proses pengambilan kebijakan yang terlalu lama. Ini tidak baik, kita perlu pemimpin yang berani membuat keputusan," ujarnya.

Kriteria pemimpin yang keempat, menurut Franz, adalah komitmen kuat terhadap demokrasi.

"Kita memerlukan pemimpin yang betul-betul mampu membikin berhasil demokrasi Indonesia, jangan sampai muncul sang orang kuat yang memimpin dengan cara-cara militer," kata Franz.

Franz mewaspadai kecenderungan masyarakat Indonesia yang lebih mengharap munculnya seorang figur kuat seperti Presiden Soeharto di masa Orde Baru. Dia mengatakan bahwa jika muncul pemimpin model tersebut, maka Indonesia akan mengalami kemunduran demokrasi yang diraih susah payah dalam reformasi 1998.

"Komitmen terhadap demokrasi berarti seorang pemimpin harus mengikuti mekanisme batas kekuasaan yang tercantum dalam konstitusi dan memperhatikan keinginan rakyat. Hal tersebut juga harus dibarengi dengan penghormatan terhadap hak asasi manusia," pungkas Franz.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement