Rabu 29 Feb 2012 22:01 WIB

Kasasi atas Putusan Bebas Murni Langgar KUHP?

Palu Hakim (Ilustrasi)
Palu Hakim (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Instansi tertentu dinilai telah melanggar undang-undang karena bersikeras melakukan upaya kasasi atas putusan bebas murni dalam perkara yang menjerat Direktur Utama PT SBT Parlin Riduansyah, kata pakar.

Pakar Hukum Pidana Andi Hamzah kepada wartawan, di Jakarta, Rabu, mengatakan upaya kubu Kejagung melalui Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan tetap melakukan kasasi atas kasus yang diputus bebas murni oleh pengadilan tingkat pertama dinilaimelanggar Pasal 244 KUHAP.

"Entah karena ada alasan tertentu, ada main atau apapun alasannya, tidak bisa diajukan kasasi terhadap sebuah putusan bebas. KUHAP sangat jelas mengaturnya," kata Hamzah.

"Kenyataannya memang beberapa kali kejaksaan mengajukan kasasi atas putusan bebas dan dikalahkan oleh Mahkamah Agung lalu menerimanya. Kalau KUHAP saja diabaikan, saya tidak tahu pedoman upaya yang mereka gunakan untuk menegakkan hukum," bebernya.

Hamzah lantas memberikan contoh, ketika dirinya masih seorang jaksa di tahun 50-an hingga 60-an, tidak ada satupun upaya kasasi yang dilakukan terhadap putusan bebas. "Sebagai penegak hukum sudah seharusnya malu menegakkan hukum dengan cara-cara yang justru melanggar aturan yang mengkoridorinya," pungkasnya.

Sementara itu, dihubungi secara terpisah Wakil Jaksa Agung (Waja), Darmono, menyatakan jaksa dimungkinkan untuk mengajukan kasasi atas putusan bebas murni sepanjang jaksa itu bisa mempertanggungjawabkannya.

Sebelumnya, Direktur Utama PT SBT Parlin Riduansyah menduga ada praktik mafia hukum dalam kasus yang menjerat dirinya.

Kecurigaan adanya praktek mafia hukum di tubuh korps Adhyaksa tersebut muncul ketika Pengadilan Negeri Banjarmasin pada 19 April 2010 yang memutuskan vonis bebas murni dirinya atas dakwaan eksplorasi lahan kawasan hutan tersebut yang tidak memiliki izin dari Menteri Kehutanan, namun oleh pihak kejaksaan mengajukan kasasi.

Padahal, dalam amar putusannya PN Banjarmasin menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan kesatu primair kesatu subsidair atau dakwaan kedua.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement