REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -— Anggota Komisi I DPR, Effendy Choirie, tidak memungkiri adanya penggelembungan anggaran dalam pembelian enam unit pesawat Sukhoi Su-30 MK2 dari Rosoboron Export, Rusia. Dikatakannya, selama ini memang Kementerian Pertahanan (Kemenhan) maupun Mabes TNI dalam membuat perencanaan anggaran pembelian alutsista selalu gelap, tidak transparan, dan perencanaannya tidak sistemik.
Kemungkinan yang disampaikannya itu didasarkan atas pengalaman dia selama 12 tahun di Komisi I DPR. "Pembelian tidak dilakukan dalam jangka panjang karena ada broker,” kata Gus Choi, sapaan akrab Effendy Choirie di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (6/3).
Menurut Gus Choi, ada kepentingan berbeda dalam kenaikan kontrak pembelian Sukhoi. Dia menuding, hal itu terjadi lantaran pimpinan Kemenhan maupun Mabes TNI lebih mengutamakan menjalin kongsi dengan broker daripada menjalin langsung dengan Rosoboron Export. Karena itu, pihaknya menilai rencana TNI memperkuat alutsista bukan berbasis kinerja, melainkan berbasis rekanan alias makelar.
Gus Choi tidak heran kalau broker kuat, maka Kemenhan bakal ngotot membeli alustsista ke situ. Atas dasar itu, klaimnya, Komisi I DPR satu suara menolak pembelian alutsista canggih dari luar negeri. Pasalnya dalam rencana kebutuhan yang diajukan ke Komisi I DPR guna memenuhi essential minimum force, banyak alutsista yang tidak didaftarkan malah pembeliannya diutamakan. Dia merujuk pada pembelian Sukhoi, pesawat intai tanpa awak dari Israel, maupun Tank Leopard.