REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menerima putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) terkait Vonis walikota Bekasi Non Aktif, Mochtar Mohamad. Lembaga ad hoc itu akan segera mengeksekusi vonis enam tahun penjara dan denda Rp 300 juta terhadap Mochtar.
"kemungkinan rencana eksekusi hari kamis untuk laksanakan putusan tersebut," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di kantornya, Selasa (13/3).
Mengenai penyataan kubu Mochtar yang mempertanyakan salinan surat putusan yang belum sampai ke tangan mereka, Johan tak mengetahuinya. Menurutnya, salinan putusan tersebut bisa saja tidak langsung diberikan kepada pihak Mochtar, dalam hal ini kuasa hukumnya. "Yang pasti putusan itu sudah sampai ke KPK. Dari tuntutan akan laksanakan putusan MA," katanya.
Kuasa Hukum Mochtar, Sira Prayuna mempertanyakan salinan putusan kasasi MA , mengingat kliennya akan segera di eksekusi oleh KPK pada Kamis besok. "Ini masa orang mau dieksekusi tapi salinan putusannya belum diberikan," kata Sira Prayuna di kantor KPK, Jakarta, Selasa (13/3).
Menurut Sira, apa yang diterima pihaknya saat ini baru surat mengenai eksekusi Jaksa dan salinan putusan yang dipetik website. "Masa dari website, nanti kalau salah gimana. kita butuh salinan yang aslinya," ujarnya.
Meski demikian, Sira menyatakan pihak Mochtar belum memutuskan untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Ia mengatakan akan lebih dulu mempelajari dan menganalisa salinan putusan. "Belum lah, nanti kita lihat. PK kan harus ada novum dan kekeliruan," terangnya.
Bahkan, Sira menilai sejak awal Hakim Joko Sarwoko yang memutus perkara kasasi Mochtar sudah memiliki stigma negatif terhadap putusan Mochtar di Pengadilan Tipikor Bandung. "Beliau sudah memberikan stigma, sudah berpendapat di media. Di Amerika itu tidak boleh framenya, itu juga akan permasalahkan tapi itu nanti," kata Sira.
Majelis hakim kasasi di Mahkamah Agung membatalkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung yang memutus bebas Mochtar Muhammad. Putusan kasasi tersebut disimpulkan Ketua Majelis Hakim Djoko Sarwoko serta anggota Krisna Harahap dan Leo Hutagalung.
Menurut majelis hakim MA, Mochtar terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Dia dianggap menyuap anggota DPRD Bekasi sebesar Rp 1,6 miliar serta menyalahgunakan anggaran makan-minum sebesar Rp 639 juta untuk memuluskan pengesahan anggaran pendapatan dan belanja daerah tahun 2010.
Mochtar juga diduga memberikan suap sebesar Rp 500 juta untuk mendapatkan Piala Adipura 2010 dan menyuap pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) senilai Rp 400 juta agar mendapat opini wajar tanpa pengecualian.
Namun di pengadilan, Mochtar justru divonis bebas. Putusan vonis bebas untuknya juga sempat menuai kontroversi. Mahkamah Agung kemudian memanggil Ketua Pengadilan Negeri Bandung yang menunjuk ketiga hakim yang mengadili perkara Mochtar.