REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wakil Ketua KPK Bambang Widjodjanto mengatakan bahwa revisi KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) dan KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) lebih penting dari pada revisi UU/ 30/ 2002 Tentang KPK. Pasalnya , UU KPK dianggap masih relevan untuk digunakan saat ini.
“Kenapa revisi KUHP dan KUHAP tidak jadi prioritas, padahal itu sudah ada kebutuhannya (untuk direvisi),” kata Bambang di Jakarta, Selasa (20/3).
Menurut Bambang, KUHP dan KUHAP yang saat ini digunakan sebagai bagian dari hukum Indonesia, masih menggunakan aturan-aturan yang diterapkan sejak zaman pemerintahan Belanda. Sehingga penerapannya saat ini dianggap sudah tidak relevan.
Kebalikannya dengan UU KPK, Bambang mengatakan bahwa UU yang ada saat ini masih relevan digunakan. UU KPK yang merupakan dasar pembentukan KPK diciptakan untuk kebutuhan pemberantasan korupsi di Indonesia yang bersifat masif.
Sehingga, KPK dibentuk dengan dibekali kemampuan atau dengan berbagai kewenangan yang dimilikinya untuk pemberantasan korupsi. Sehingga, kewenangan KPK yang dimiliki saat ini, masih diperlukan dan tidak harus dirubah.
“Jadi perubahan (revisi (UU KPK) untuk apa,” kata Bambang.
Komisi III DPR akan merevisi UU KPK. Lewat revisi UU, Komisi III DPR bermaksud memangkas kewenangan KPK terutama terkait dengan penindakan yaitu penyidikan dan penuntutuan. Komisi Hukum DPR ingin agar KPK fokus kepada bidang pencegahan korupsi.