REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Institusi negara yang membidangi keolahragaan dan kepemudaan seolah tidak pernah jera untuk 'bermain-main' dalam tindak pidana korupsi. Beberapa kali, tindak pidana korupsi yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melibatkan mereka.
Tahun lalu, tepatnya 21 April 2011, publik dikejutkan oleh aksi KPK lantaran menangkap tangan Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam. Ia ditangkap karena diduga sedang melakukan transaksi suap dengan dua orang pihak swasta yaitu M Idris dari PT Duta Graha Indah dan Mindo Rosalina Manulang dari PT Anak Negeri, dan menyeret mantan bendahara umum Partai Demokrat, M Nazaruddin.
Belum habis perkara suap Wisma Atlet, pada Selasa (3/4), KPK kembali melakukan tangkap tangan terhadap tujuh orang anggota DPRD Riau, dua pejabat Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Riau, dan empat pihak swasta. KPK mengendus ada praktik tindak pidana korupsi dalam bentuk suap terkait pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) yang akan digelar di Pekanbaru, ibukota Riau, pada tahun ini.
"Orang-orang Kementerian ataupun Dinas Pemuda dan Olahraga tidak merasa takut untuk melakukan suap. Padahal sebelumnya induk organisasi mereka pernah dihantam. Tahun lalu SEA Games tahun ini PON. Ini institusinya sama, tapi mereka tak kapok-kapok," kata Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Ganjar L Bondan, Rabu (4/4) pagi.
Menurut Bondan, pola pelaku tindak pidana korupsinya pun sama, melibatkan legislatif (DPR/DPRD), eksekutif (pemerintah), dan pengusaha. Seolah-olah, oknum dari mereka, saling mendukung satu sama lain.