REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Sebanyak 28 hakim yang tergabung dalam Gerakan Hakim Progresif Indonesia menuntut pemenuhan akan hak-hak konstitusional yang selama ini terabaikan. Menurut Juru Bicara Gerakan Hakim Progresif Indonesia, Martha Satria Putra, hakim sebagai pejabat negara yudikatif, telah lima tahun tidak mengalami kenaikan gaji.
Padahal jika merunut pada gaji pokok pegawai negeri sipil (PNS) dalam lima tahun terakhir, telah naik sebanyak empat kali. Gaji pokok hakim diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2008. Sedangkan pada gaji pokok PNS, diatur dalam PP Nomor 15 Tahun 2012. “Gaji PNS Golongan III A saja perbulannya sebesar Rp 2 juta lebih,” ungkapnya, Senin (9/4).
Sedangkan gaji pokok hakim dalam golongan III A hanya sebanyak Rp 1,976 juta per bulan. Karena itu, kata Martha, gaji hakim lebih rendah dari gaji pokok PNS. Padahal, lanjut dia, hakim adalah pejabat negara yudikatif. Sehingga gaji harus lebih besar dari pada PNS. “Yakni sama dengan pejabat negara eksekutif dan legislatif,” ujarnya.
Tak hanya itu, ungkap Hakim PTUN Palangkaraya ini, pada tunjangan jabatan hakim sebagai pejabat negara yudikatif, sudah sebelas tahun tidak juga mengalami kenaikan. Tunjangan jabatan hakim diatur dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 89 Tahun 2001.
Menurut perwakilan hakim lainnya, Andi Nurvita, berdasarkan Prepres Nomor 19 Tahun 2008, hakim sudah mendapat tunjangan remunerasi. Namun, lanjutnya, pembayaran remunreasi masih pada tahap 70 persen.
Padahal, kata dia, tugas hakim tidaklah sama seperti karyawan swasta atau PNS yang terdapat jadwal kerja. Hakim, tidak memiliki waktu kerja yang terjadwal. “Kadang kita harus sidang sampai malam dan harus buat putusan kembali pada pagi harinya,” kata dia.