REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Islam, Fachry Ali menganggap, dilema Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di koalisi bisa menjadi cermin bagi partai lain menjelang 2014 mendatang.
"Dilema PKS saat ini menunjukkan apakah di pemilu mendatang partai ini bisa menjadi kawan atau lawan dalam perpolitikan mendatang," ujar Fachry di saat Peluncuran dan diskusi buku 'Dilema PKS: Suara dan Syariah' di Auditorium TIK Nasional Kementrian Komunikasi dan Informatika, yang diselenggarakan UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, selasa (10/4).
Posisi PKS yang memiliki gagasan ideologis pemikiran islam dan tuntutan pragmatisme politik inilah, menurut Fachry yang membuat dilema politik di koalisi sekarang. Selain itu, ideologi PKS selalu menjawab masalah isu-isu Islam internasional, ketimbang masalah rakyat dan umat Islam di Indonesia.
Disamping itu, sambung Fachry, tuntutan sistem demokrasi membuat isu populis yang pro rakyat menjadikan partai ini harus lebih pro rakyat. "Dan akhirnya masalah electoral inilah yang menjadikan PKS menjadi pragmatis ketimbang paham ideologis yang telah ada," ungkap Fachri.
Fachry berpendapat, cara-cara politik PKS bisa jadi sebagai model baru politik yang dipilih. Ketika keharusan berkoalisi menjadi pilihan, sementara pemilihan citra 'partai bersih' adalah kebutuhan mutlak. Untuk itu, diungkapkannya, dilema politik inilah 'real' PKS sekarang.
Hal ini akan menimbulkan pertanyaan dari parpol lainnya, apakah di pemilu mendatang PKS dapat dijadikan kawan atau lawan. "Jeut Keungon atauwa hanjeut keungon' (bisa diandalkan sebagai teman atau tidak bisa diandalkan sebagai teman)," sindir Fachry dalam bahasa Aceh.