REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), J Kristiadi menilai sebaiknya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bersikap tegas terkait posisinya dalam koalisi. Jika memang sudah merasa tak nyaman, maka Kristiadi menilai sebaiknya PKS keluar saja dari koalisi.
"Kalau di situ (koalisi) terus dikira oportunis. Cuma memanfaatkan kedudukan, tapi tidak sejalan dengan putusan koalisi. Itu malah mencemarkan nama PKS yang sudah baik. Mencemarkan nama yang sudah ada identitas partai yang memiliki kredibilitas," katanya di Jakarta, Selasa (17/4).
Kristiadi berpendapat, PKS merupakan partai yang memiliki prinsip dan karakter sendiri. Bahkan, partai berbasis Islam itu memiliki konstitusi tersendiri. "Dia memperluas konstitusi dengan keterbukaannya. Makanya, menurut saya tidak ada soal (keluar koalisi)," tambah dia.
Ia pun melihat, masalah posisi PKS di koalisi tak semata urusan personal. Melainkan mengacu ke konsep bernegara yang diinginkan PKS. "Kalau dia tidak tahan di situ karena tidak jelas agenda koalisi lalu keluar, tidak apa-apa. Malah lebih mulia," sebut Kristiadi.
Pria kelahiran Yogyakarta, 24 Maret 1948 itu juga menyorot sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Menurutnya, bila memang tidak ingin masalah posisi PKS di koalisi mengganggu efektivitas pemerintahan, sebaiknya Presiden SBY nekad dan ambil risiko. Jangan kemudian malah ragu dan menggantung masalah ini. "Makanya tergantung. Pak SBY mau nekat atau tidak pimpin negara ini. Nekat untuk mengambil risiko," pungkasnya.