REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO— Komisi Pemilihan Mesir menolak banding sepuluh calon presiden yang didiskualifikasi dari pemilu presiden pada23-24 Mei mendatang. Penolakan banding ini semakin menambah runyam perputaran transisi demokrasi yang diselingi kekerasan dan persaingan politik di Mesir.
"Semua permohonan telah ditolak karena tidak ada hal baru yang ditawarkan dalam permintaan banding," kata seorang anggota komite yudisial yangmengawasi pemungutan suara kepada Reuters, tanpa menyebut nama. Keputusan akhir komisi tidak dapat diajukan banding di pengadilan.
Dari capres yang ditolak pengajuan bandingnya diantaranya dari kandidat capres Ikhwanul Muslimin yaitu Khairat al-Shater, kandidat capres dari An-Nour Party (Salafi) yaitu Hazem Salah Abu Ismail dan mantan kepala inteligen pada era pemerintahan Presiden Mubarak yaitu Omar Suleiman.
Terpentalnya ketiga calon tersebut memungkinkan calon dari kubu Islamis, liberal dan sekuler lainnya untuk berebut kursi kepresidenan. Ikhwanul Muslimin setidaknya masih menghirup udara segar karena calon alternatif pengganti Shater, Mohamed Morsi, lolos ke putaran selanjutnya. Meskipun kecewa dengan keputusan tersebut, Shater meminta pendukungnya untuk memilih Morsi.
Sebelumnya, komisi pemilihan Mesir mendiskualifikasikan 10 dari 23 calon yang sudah ditetapkan dalam pemilu pada bulan Mei. Pemilu mendatang merupakan titik akhir dari masa transisi dominasi kekuatan militer diserahkan pada kekuasaan sipil. Para calon yang didiskualifikasi memiliki waktu 48 jam guna mengajukan banding, namun semuanya ditolak.
Kandidat tersisa yang lolos diantaranya mantan sekretaris Liga Arab, Amr Moussa dan mantan pejabat Ikhwan, Abdel Moneim Abol Foutoh. Moussa diperkirakan akan memeroleh suara dari Omar Suleiman. Pendukungnya kemungkinan adalah yang menginginkan capres tidak berasal dari gerakan Islamis.