REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang mengurusi persoalan buruh dan tenaga kerja, Migrant Care menilai, brutalitas Malaysia dalam menangani tenaga kerja asal Indonesia tidak hanya terjadi sekarang. Pernyataan tersebut menyusul tewasnya tiga TKI di negeri jiran beberapa waktu lalu.
Menurut Direktur Migrant Care, Anis Hidayah, kasus kekerasan yang terjadi kepada TKI di Malaysia telah terjadi sejak puluhan tahun lalu. Pada 2005 silam, kata dia, TKI asal Flores juga ditembak kepolisian Malaysia dengan alasan kriminalitas.
Kejadian serupa terjadi pada pada Maret 2010 yang menimpa tiga TKI asal Lampung. Ketika itu, kata Anis, para kepolisian Malaysia menganggap tiga TKI yang ditembak itu adalah perampok dan pada saat akan diciduk, para TKI tersebut melawan. "Ini yang harus ditegaskan pemerintah. Kejadian serupa itu bukan satu dua kali," sebut dia dalam acara diskusi di Jakarta, Sabtu (27/4).
Padahal, SOP dalam penanganan kriminal di Malaysia adalah sama dengan yang dilakukan kepolisian di Indonesia. Karena itu, penembakan ke bagian organ orang yang dianggap kriminal baru bisa dilakukan dengan melewati sejumlah tahapan.
Anis mencontohkan, para pelaku tindak kejahatan yang menggunakan senjata tajam, bukan senjata akan lari atau diam ketika polisi melontarkan tembakan ke udara. Karena itu, ujar Anis, pernyataan kepolisian Malaysia yang mengatakan ada tindakan perlawanan sangatlah tidak masuk akal.
Selain itu, pihaknya menilai ikatan serumpun antara Indonesia dengan Malaysia bukanlah menjadi halangan pemerintah untuk mengambil tindakan tegas. Pasalnya, dengan kejadian tersebut, hak-hak warga negaralah yang dilanggar. Padahal, hak-hak tersebut seharusnya mendapat perlindungan dan jaminan dari pemerintah.
Karena itu, pihaknya mendesak agar menghentikan hubungan diplomatik di atas nyawa yang tidak dihargai. Apalagi, kata Anis, kasus-kasus serupa sudah sering terjadi dan belum mendapat penyelesaian hingga kini.
Menurut dia, kasus tewasnya tiga TKI kemarin harus menjadi titik akhir. Dalam hal tersebut, Migrant Care menilai perlu ada evaluasi secara keseluruhan atas diplomasi yang dibangun.
Selain itu, pemerintah juga harus membangun visi perlindungan terhadap para buruh melalui standar HAM internasional. Upaya tersebut, jelas Anis, yakni melalui membangun pola migrasi untuk meningkatkan kesejahteraan buruh juga peningkatan perlindungan. "Presiden juga harus menjadi peristiwa pelanggaran HAM jadi bahan evaluasi bagi para menteri terkait," ujarnya.