REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keluarga Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Nusa Tenggara Barat (NTB) yang tewas di Malaysia, mengaku kecewa dengan hasil otopsi dua jenazah TKI, Abdul Kader Jaelani dan Herman. Pasalnya, setelah mengetahui ada organ tubuh korban yang hilang, ppihak keluarga Abdul Kader dan Herman tidak mendapatkan penjelasan lebih lengkap.
"Dari keterangan keluarga korban, terutama keluarga Herman, menyebutkan organ mata, otak dan beberapa organ dalam lain tidak ada," ucap Eksekutif Direktur Migrant Care, Anis Hidayah saat dihubungi Republika, Sabtu (28/4).
Anis menilai, kesaksian keluarga korban tidak boleh diabaikan. "Ini perlu diperjelas dan dipertegas, harus ada dialog antara keluarga dengan tim forensik," ujarnya.
Diakui Anis, pihaknya masih menunggu laporan pembanding kesaksian hasil otopsi dari keluarga. Rencananya paling lambat Selasa (1/5) mendatang, laporan tersebut akan disampaikan ke Komnas HAM.
Meski keluarga korban menyatakan ada organ tubuh yang hilang, tapi dugaan Migrant Care yang menyebut adanya perdagangan organ tubuh, sejauh ini tidak terbukti. Sebab, di sisi lain ada hasil forensik yang menyatakan organ tubuh ketiga jenazah TKI masih utuh. Alhasil, kabar penjualan organ dari TKI pun semakin simpang siur.
"Jika hasil autopsi sudah final dan dipublikasikan ya silahkan, tapi kami punya catatan sendiri, terlebih lagi ini dari laporan keluarga," ucapnya.
Kasus teranyar yang kembali menimpa TKI adalah tamparan untuk pemerintah. "Perlindungan pemerintah bagi TKI gagal," ujar Anis.
Untuk itu dirinya menghimbau pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh, terhadap hal yang berkaitan dengan perlindungan TKI. Kasus yang menimpa Herman dkk menurut Anis seharusnya dijadikan pintu masuk bagi pemerintah untuk secepat mungkin melakukan evaluasi. "Dalam konteks bilateral, pemerintah harus tegas, jadikan ini ultimatum terakhir," tegas dia.