REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Tersangka korupsi pembangunan wisma atlet Palembang, Angelina Sondakh, perlu dijerat dengan tindak pidana pencucian uang. Hal ini perlu dilakukan untuk menelusuri aliran dana sehingga diketahui siapa saja yang menerima uang haram terkait pembangunan tersebut.
Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW), Febri Diansyah, menyatakan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) ini penting diprioritaskan KPK sebagai awalan untuk menjerat pihak lain yang juga menerima dana yang berasal dari Grup Permai.
"Tidak peduli apakah dia penyelenggara negara atau pengurus partai non-pejabat negara, semuanya akan terungkap," jelas Febri, saat dihubungi, Ahad (29/4).
Penggunaan TPPU bisa menjadi pintu masuk pada penerapan pembuktian terbalik terhadap kekayaan-kekayaan tersangka yang tidak wajar atau tidak bisa dijelaskan asal usul yang wajar. Penggunaan TPPU dan Tipikor adalah paket regulasi menuju pemiskinan koruptor.
"Jika serius ingin terapkan pemiskinan koruptor, KPK harus gunakan UU Pencucian Uang selain UU Tipikor," tuturnya.
Angelina Sondakh bisa dijerat pidana pencucian uang. Alasannya, dalam kasus Wisma Atlet, hakim yang menyidangkan Nazaruddin menyebut bahwa grup Permai tempat sarana mengumpulkan fee proyek. Namun semuanya bergantung pada KPK. Penyidik yang paling berhak menentukan undang-undang dan pasal yang pas untuk memidanakan Angie.
Pihaknya mendorong KPK agar menggunakan UU Pencucian Uang. KPK dapat fokus pada adanya dugaan aliran dana dari Grup Permai. Di satu sisi, penerimaan dana oleh penyelenggara negara bisa dijerat suap atau gratifikasi. "Namun jika dana tersebut berasal dari kejahatan, bisa dijerat UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)," jelas Febri.
Angelina Sondakh resmi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan korupsi Wisma Atlet dan Kemendikbud. Saat ini, Angelina ditahan di Rutan KPK untuk menjalani penyidikan.