REPUBLIKA.CO.ID, Pertumpahan darah yang terjadi selama 14 bulan di Suriah sudah menelan korban lebih dari 9.000 nyawa. PBB sudah seharusnya menjawab persoalan tersebut. Hal itu disampaikan Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon, Senin (7/5).
PBB yang menurunkan 300 pasukan tak bersenjata ke Suriah untuk tujuan memantau daerah tersebut. Namun hingga kini, PBB masih mempelajari langkah yang efektif dan strategis untuk membantu negara tersebut keluar dari konflik berdarah.
"Saat ini, situasi di Suriah menjadi hal yang paling serius dan paling parah," ungkap Ban seperti dilansir Arabnews, Selasa (8/5). Keprihatinan dunia internasional pun terfokus pada konflik yang berkepanjangan di negara itu. Dia juga menyerukan untuk menghentikan segala bentuk kekerasan di negara tersebut, baik oleh pasukan militer pemerintah maupun oposisi.
"Dialog politik harus dimulai dengan cara yang inklusif. Resolusi politik harus mencerminkan aspirasi murni dari rakyat Suriah, itu yang harus diprioritaskan" jelas Ban.
PBB dan Liga Arab yang dimediatori Kofi Annan, telah meminta laporan tentang perkembangan Suriah dari penjaga perdamaian PBB, Ladsous Herve. Ia secara langsung akan melaporkannya ke Dewan Keamanan PBB pada hari Selasa pagi (8/5) ini waktu setempat.
Saat ini, sudah ada 60 anggota monitoring PBB yang tersebar di Suriah. Mereka yang berasal dari staf sipil ini diperkirakan akan ditambah pada pertengahan bulan Mei ini sebanyak 230 anggota lagi. Dengan total 300 personil yang diturunkan PBB untuk memonitor kondisi Suriah diharapkan bisa berjalan optimal.