Kamis 24 May 2012 15:05 WIB

PPP: Grasi untuk Corby Kontradiktif

Rep: Bilal Ramadhan/ Red: Djibril Muhammad
Ahmad Yani
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Ahmad Yani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pemberian grasi selama lima tahun dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kepada narapidana narkotika internasional asal Australia, Schapelle leigh Corby menimbulkan kontroversi. Tak terkecuali dari partai yang tergabung dalam koalisi pemerintahan seperti PPP.

Anggota Komisi III DPR dari PPP, Ahmad Yani mengatakan pemberian grasi sebanyak lima tahun untuk Corby dapat disebut sebagai kontradiktif. Pasalnya saat Kementerian Hukum dan HAM tengah bersemangat untuk memberantas kasus narkoba, Presiden SBY malah memberikan grasi kepada narapidana narkotika.

"Ini ada yang kontradiktif, pada waktu yang bersamaan, Menkum HAM mengeluarkan kebijakan yang melakukan moratorium. Apalagi langkah-langkah Wakil Menkum HAM (Denny Indrayana) melakukan sidak terus," kata Ahmad Yani yang ditemui di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (24/5).

Menurut Ahmad Yani, grasi tersebut tidak dapat diberikan kepada Corby. Kalau Presiden SBY memberikan grasi itu, azasnya harus sama dengan para terpidana narkotika yang berada di Lapas Cipinang dan Lapas Salemba. Lalu ia juga mempertanyakan bagaimana dengan warga negara asing (WNA) yang juga terjerat kasus narkoba seperti dari Nigeria.

Ia pun mempertanyakan alasan Presiden SBY dalam memberikan grasi kepada Corby. Meski ia mengaku tidak menentang hak prerogrtif presiden, akan tetapi menurutnya grasi ini bertentangan dengan semangat pemerintah dalam memberantas narkotika, terorisme dan korupsi.

"Saya tidak mau negeri ini diintervensi. Australia ini negara yang kurang ajar, mereka memperlakukan pejabat kita tidak manusiawi. Australia juga kerap menyerang kebijakan luar negeri kita," tegasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement