REPUBLIKA.CO.ID, Pada suatu hari Rasulullah SAW berpesan kepada para sahabatnya, “Ambillah olehmu (riwayat dan bacaan) Alquran itu dari empat orang, yaitu Abdullah bin Mas’ud, Salim maula Abu Hudzaifah, Ubai bin Ka’ab dan Mu’adz bin Jabal!”
Ia adalah Salim RA, hamba sahaya Abu Hudzaifah RA. Awalnya ia hanyalah seorang budak belian. Kemudian Islam memperbaiki kedudukannya, hingga diambil sebagai anak angkat oleh salah seorang pemimpin Islam terkemuka.
Tatkala Islam menghapus adat kebiasaan memungut anak angkat, Salim RA pun menjadi saudara, teman sejawat serta maula (hamba sahaya yang telah dimerdekakan) bagi orang yang memungutnya sebagai anak tadi, yaitu sahabat yang mulia bernama Abu Hudzaifah bin Utbah RA.
Itulah berkah karunia dan nikmat dari Allah SWT. Salim RA mencapai kedudukan tinggi dan terhormat di kalangan Muslimin, berkah keutamaan jiwanya, serta perangai dan ketakwaannya. Hal itu juga dikarenakan ia tergolong Muslim generasi pertama.
Sedangkan Hudzaifah bin Utbah RA adalah salah seorang yang juga lebih awal dan bersegera masuk Islam. Hudzaifah adalah seorang yang terpandang di kalangan kaumnya, karena bapaknya telah mengkader dia untuk menjadi pemimpin Quraisy masa depan.
Bapak dari Hudzaifah RA inilah yang setelah terang-terangan masuk Islam mengambil Salim RA sebagai anak angkat selepas Salim merdeka. Mulai saat itu, ia dipanggil Salim bin Abi Hudzaifah. Kedua orang itu pun beribadah kepada Allah dengan hati yang tunduk dan khusyuk, serta menahan penganiayaan Quraisy dan tipu muslihat mereka dengan hati yang sabar tiada terkira.
Pada suatu hari, turunlah ayat yang membatalkan kebiasaan mengambil anak angkat. Maka setiap anak angkat kembali menyandang nama bapak aslinya. Misalkan Zaid bin Haritsah RA yang diangkat anak oleh Nabi SAW hingga dikenal oleh kaum Muslimin sebagai Zaid bin Muhammad SAW.
Ia kembali menyandang nama bapaknya Haritsah, namanya berubah menjadi Zaid bin Haritsah. Tetapi Salim RA tidak dikenal siapa bapaknya, maka ia menghubungkan diri kepada orang yang telah membebaskannya. Oleh karena itu, ia dipanggil Salim maula Abu Hudzaifah RA.
Sampai akhir hayat mereka, keduanya melebihi saudara kandung. Ketika ajal tiba, mereka meninggal bersama-sama, nyawa melayang bersama nyawa, dan tubuh yang satu terbaring di samping tubuh yang lain.
Itulah keistimewaan luar biasa dari Islam, bahkan itulah salah satu kebesaran dan keutamaannya. Salim RA telah beriman sebenar-benar iman, dan menempuh jalan menuju Ilahi bersama-sama orang-orang yang takwa dan budiman.