REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Jaksa Agung Basrief Arief menyatakan saat ini dua kejaksaan tinggi siap melaksanakan eksekusi terhadap terpidana mati.
"Yang sudah melaporkan ke saya, baru dua kejati yang siap melakukan eksekusi Dua kejati itu adalah banten dan DKI Jakarta," katanya di Jakarta, Jumat.
Ia mengakui, pelaksanaan eksekusi mati membutuhkan persiapan atau harus memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 2/Pnps/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Mati.
"Itu ada prosedurnya. Jadi ini berproses terhadap upaya hukum luar biasa," katanya.
Sebelumnya, Kejagung menyatakan terdapat 58 terpidana mati kasus narkotika dan psikotropika di tanah air.
Terpidana mati perkara narkotika itu, seperti Merika Pranola yang divonis mati oleh Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Banten pada 22 Agustus 2000. Merika merupakan istri dari bandar narkotika asal Nigeria yang tewas di Cipete, Jakarta Selatan. Merika ditangkap bersama saudaranya, Merry Utami karena kedapatan membawa 1,1 kilogram heroin.
Sampai Oktober 2010, tercatat terdapat 100 terpidana mati di tanah air dan kini sedang menunggu nasib. Namun dikurangi tujuh terpidana mati yang vonisnya berubah dan enam terpidana mati lainnya melarikan diri serta tiga terpidana mati meninggal.
Semula, kata dia, dari 116 terpidana mati yang ada terbagi dalam perkara pembunuhan berencana sebanyak 55 perkara, perkara narkotika dan psikotropika 58 perkara, dan perkara terorisme dua perkara.
Khususnya enam terpidana mati, vonisnya berubah menjadi hukuman seumur hidup.
Kemudian satu terpidana mati berubah hukumannya menjadi 12 tahun penjara, serta terdapat tiga terpidana mati yang meninggal dunia.
Sedangkan terpidana mati yang melarikan diri, yakni Jufri Bin H Muhammad Dahri yang lari dari LP Maros pada 19 Pebruari 2003 dan hingga saat ini belum diketahui keberadaannya.