REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU---Lima imigran gelap Palestina memilih bertahan tinggal di sebuah masjid dan bersikeras menolak ditempatkan di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Kota Pekanbaru, setelah mereka dipindahkan dari Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat.
"Saya tidak bisa pindah ke sana (Rudenim), karena tempat itu menyulitkan untuk istri saya yang hamil tiga bulan dan orang tua saya sudah tua," kata Abdul Nasser, seorang imigran Palestina.
Abdul Nasser bersama istrinya, orang tua dan saudara kandungnya Amar, adalah lima dari 33 imigran gelap Palestina yang sebelumnya dipindahkan dari Mataram ke Rudenim Pekanbaru. Senin (4/6). Puluhan imigran itu sempat membuat kisruh, diantara mencoba bunuh diri, karena merasa dibohongi pihak imigrasi yang menjanjikan mereka akan dibawa ke Jakarta, dan bukan ke Pekanbaru.
Selama dua hari terakhir puluhan imigran itu memilih tinggal di Masjid Ar-Rahmat di Jalan Rahmat Sari, Kelurahan Tangkerang Selatan, yang berjarak sekitar 500 meter dari Rudenim. Meski begitu, sebanyak 28 imigran akhirnya pasrah untuk pindah ke Rudenim, dan tinggal menyisakan keluarga Abdul Nasser yang bersikeras bertahan di masjid. "Istri saya langsung menangis melihat jeruji besi di tempat itu (Rudenim), saya tentu lebih memilih tinggal di masjid ketimbang harus kehilangan anak saya di kandungan," katanya.
Amar, saudara kandung Abdul Nasser mengatakan keluarganya merupakan warga negara Palestina yang berusaha untuk menuju Australia melalui Indonesia sebelum ditangkap polisi di perairan Mataram pada bulan lalu. Ia mengatakan sebelumnya keluarga itu tinggal di Siprus selama lima tahun, namun sulit mendapatkan status kewarganegaraan di negara itu.
Ia mengatakan keluarganya berjanji akan menjaga kebersihan di masjid selama tinggal di tempat suci itu. Menurut dia, keluarganya hanya bisa pasrah dan mencoba terus menghubungi Kedutaan Besar Palestina di Jakarta untuk menentukan masa depan mereka. "Kami sekarang pasrah kepada Allah meski kami tidak tahu lagi harus bagaimana sekarang karena tidak ada uang dan paspor," ujarnya.
Kepala Rudenim Pekanbaru, Fritz Aritonang, mengakui bahwa kondisi Rudenim yang kini sudah menampung 132 imigran gelap sudah penuh sesak. Namun, pihaknya kini sedang melakukan renovasi untuk menambah ruangan agar mampu menampung lebih banyak imigran. "Di lantai bawah kami menambah empat ruangan dan di lantai satu menambah tiga kamar," katanya.
Ia mengatakan tidak bisa memaksa apabila imigran gelap tidak mau dipindahkan ke Rudenim. "Kami juga tidak bertanggung jawab apabila terjadi suatu hal kepada mereka. Biaya makan mereka di luar tidak akan ditanggung oleh lembaga IOM dan mereka akan sulit mengurus surat untuk mendapatkan status pengungsi di UNHCR," katanya.
Meski begitu, ia mengatakan pihak Rudenim akan terus melakukan pendekatan persuasif agar keluarga imigran itu secara sukarela menempati Rudenim.