REPUBLIKA.CO.ID, Thufail bin Amr Ad-Dausy senantiasa mendampingi Rasulullah SAW sampai beliau wafat. Ketika Abu Bakar RA menjadi Khalifah, Thufail dan anak buahnya patuh kepada pemerintahan Khalifah Abu Bakar.
Tatkala berkecamuk peperangan membasmi orang-orang murtad, Thufail paling dahulu pergi berperang bersama-sama tentara Muslim memerangi Musailamah Al-Kazzab (Musailamah si Pembohong).
Begitu pula putranya, Amr bin Thufail, yang selalu saja tak mau ketinggalan. Ketika Thufail dalam perjalanan menuju ke Yamamah (kawasan tempat Musailamah menyebarkan pahamnya yang murtad), dia bermimpi.
“Aku bermimpi. Cobalah kalian takbirkan mimpiku ini,” kata Thufail kepada sahabat-sahabatnya.
“Bagaimana mimpi anda?” tanya kawan-kawannya.
“Aku bermimpi kepalaku dicukur. Seekor burung keluar dari mulutku, kemudian seorang perempuan memasukkanku ke dalam perutnya. Anakku, Amr, menuntut dengan sungguh-sungguh supaya dibolehkan ikut bersamaku. Tetapi dia tak dapat berbuat apa-apa karena antaraku dan dia ada dinding.”
“Sebuah mimpi nan indah!” komentar kawan-kawannya tanpa memberikan penafsiran sedikit pun.
Akhirnya, Thufail sendiri yang mena’birkan, “Sekarang, baiklah aku ta’birkan sendiri. Kepalaku dicukur, artinya kepalaku dipotong orang. Burung keluar dari mulutku, artinya nyawaku dari jasadku. Seorang perempuan memasukkanku ke dalam perutnya, artinya tanah digali orang, lalu aku dikuburkan. Aku berharap semoga aku tewas sebagai syahid. Adapun tuntutan anakku, dia juga berharap supaya mati syahid seperti aku. Tetapi permintaannya dikabulkan kemudian.”
Dalam pertempuran memerangi pasukan Musailamah di Yamamah, sahabat yang mulia ini, Thufail bin Amr Ad-Dausy, mendapat cidera sehingga dia terbanting dan tewas di medan tempur. Putranya, Amr, meneruskan peperangan hingga tangan kanannya buntung. Setelah itu, dia kembali ke Madinah meninggalkan tangannya sebelah dan jenazah bapaknya di medan tempur Yamamah.
Tatkalah Khalifah Umar bin Khathab memerintah, Amr bin Thufail (putra Thufail) pernah datang ke majlis Khalifah. Ketika dia sedang berada dalam majelis, makanan pun dihidangkan orang. Orang-orang yang duduk dalam majelis mengajak Amr supaya turut makan bersama-sama. Tetapi Amr menolak dan menjauh.
“Mengapa?” tanya Khalifah. Barangkali engkau lebih senang makan belakangan, karena malu dengan tanganmu itu.”
“Betul, ya Amirul Mukminin!” jawab Amr.
Kata Khalifah, “Demi Allah! Aku tidak akan memakan makanan ini, sebelum ia kau sentuh dengan tanganmu yang buntung itu. Demi Allah! Tidak seorang pun jua yang sebagian tubuhnya telah berada di surga, melainkan hanya engkau.”
Mimpi Thufail menjadi kenyataan semuanya. Tatkala terjadi Perang Yarmuk, Amr bin Thufail turut pula berperang bersama-sama dengan tentara Muslimin. Amr gugur dalam peperangan itu sebagai syuhada, seperti yang diharapkan bapaknya.
Semoga Allah memberi rahmat kepada Thufail yang gugur di Perang Yamamah dan putranya, Amr, yang syahid di medan tempur Yarmuk.