Sabtu 09 Jun 2012 07:53 WIB

PBB Gagal Putuskan Suriah, Rusia Bertindak

Seorang gadis Suriah melemparkan salam V (victory/kemenangan) saat menggelar demonstrasi menentang veto Rusia atas Resolusi Dewan Keamanan PBB soal Suriah di Kedubes Rusia di Doha, Qatar, Selasa (7/2).
Foto: AP/Osama Faisal
Seorang gadis Suriah melemparkan salam V (victory/kemenangan) saat menggelar demonstrasi menentang veto Rusia atas Resolusi Dewan Keamanan PBB soal Suriah di Kedubes Rusia di Doha, Qatar, Selasa (7/2).

REPUBLIKA.CO.ID, Ketatnya persaingan Rusia dan Cina dari satu sisi dan negara-negara Barat dari sisi lain pada sidang hari Kamis (7/6) Dewan Keamanan PBB mengenai Suriah gagal menghasilkan kesepakatan. Perundingan alot yang berlangsung hingga 10 jam itu tidak menghasilkan apa-apa. Karena anggota tetap DK-PBB, Sekjen PBB, Sekjen Liga Arab, dan Kofi Annan, wakil khusus PBB dalam perundingannya tidak berhasil mengarahkan hasilnya untuk satu kepentingan saja.

Wakil-wakil Amerika, Inggris, Perancis dan Jerman berusaha keras untuk menerapkan modal Yaman di Suriah. Dalam kerangka model Yaman, Bashar Assad akan diberikan kekebalan hukum untuk tidak diadili, tapi ia harus melepaskan kekuasaannya. Dalam sidang ini, Nabil el-Arabi, Sekjen Liga Arab untuk pertama kalinya berbicara secara terbuka untuk melengserkan Bashar Assad dari kekuasaan. Sementara Ban Ki-moon, Sekjen PBB, turut mengkritik Suriah dan bergabung dengan Barat.

Tapi yang menarik dari sidang ini adalah pernyataan Kofi Annan. Karena yang membuat Barat begitu terobsesi agar Bashar Assad dilengserkan dari kekuasaannya kembali pada pernyataan terbaru Kofi Annan terkait rencana perdamaian di Suriah. Kofi Annan mengatakan bahwa prakarsa enam butir untuk mengeluarkan Suriah dari krisis yang ada ternyata tidak berhasil mengembalikan perdamaian di negara ini. Annan bahkan menyebut pemerintah Suriah sebagai faktor berlanjutnya aksi kekerasan dan mencegah terciptanya perdamaian di negara ini.

Sederhana bagi Barat, ketika sudah tidak ada harapan untuk menyelesaikan masalah Suriah lewat jalur politik, maka hal ini sudah cukup untuk menjustifikasi intervensi militer. Sebuah strategi yang sejak awal telah dipersiapkan Barat untuk Suriah. Tapi sikap arogan Barat yang seenaknya ingin bermain di Timur Tengah dilihat tidak sesuai dengan kepentingan Rusia dan Cina. Oleh karena itu, Beijing dan Moskow hingga kini tetap memusatkan perhatiannya untuk mendukung prakarsa enam butir Kofi Annan dan berusaha agar prakarsa ini berhasil.

Tapi masalahnya adalah Kofi Annan sendiri telah angkat tangan dan tidak punya harapan lagi akan keberhasilan prakarsa yang dibawanya untuk Suriah. Melihat kenyataan ini, Rusia tidak kehilangan cara dan menyampaikan inisiatif barunya. Moskow berusaha menjadikan solusi damai sebagai prioritasnya untuk membantu terciptanya perdamaian di Suriah.

Vitaly Churkin, Wakil Rusia di PBB menyatakan Moskow segera akan menjadi tuan rumah konferensi internasional untuk menyelesaikan krisis Suriah. Rusia tahu betul negara-negara Barat anggota Dewan Keamanan akan berusaha mencegah dukungan PBB atas penyelesaian damai krisis Suriah. Untuk itu, rencana Rusia ini akan ditindaklanjuti di luar Dewan Keamanan dan berusaha menarik dukungan negara-negara lain. Cina pada sidang Kamis malam DK-PBB kembali menyatakan menolak tegas mekanisme militer untuk Suriah. Sergei Lavrov, Menteri Luar Negeri rusia saat berbicara dengan Kofi Annan juga menyatakan sikap yang sama dan mengatakan bahwa prakarsa perdamaian Kofi Annan tidak dapat digantikan dengan cara lain. 

sumber : IRIB/IRNA
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement