Senin 18 Jun 2012 16:05 WIB

Ikhwanul Muslimin Siapkan Sistem Ekonomi Syariah

Rep: Friska Yolandha/ Red: Hafidz Muftisany
Anggota Senior Ikhwanul Muslimin (ilustrasi)
Foto: radioboston.wbur.org
Anggota Senior Ikhwanul Muslimin (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,KAIRO -- Ketika seorang guru sekolah Mesir, Hasan al-Banna, mendirikan Ikhwanul Muslimin pada tahun 1928, ia memiliki cita-cita menciptakan sebuah negara bebas berdasarkan keadilan sosial. Ia juga bercita-cita menerapkan hukum Islam di berbagai bidang negara tersebut.

Hari ini, tampaknya cita-cita al-Banna akan terwujud. Secara bertahap Ikhwanul Muslimin Mesir mulai membidik sistem yang sesuai dengan syarat-syarat Islam ini. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki keuangan Mesir yang sempat terpuruk oleh korupsi bertahun-tahun serta kerugian akibat reformasi.

Dengan kemampuannya untuk memobilisasi dari akar rumput, Ikhwanul Muslimin merupakan gerakan Islam yang menjadi ancaman bagi pemerintahan mantan Presiden Hosni Mubarak. Puluhan tahun Ikhwanul tidak memiliki akses ke ekonomi Mesir yang kala itu diatur oleh partai Mubarak.

Pemimpin Ikhwanul seperti Hassan Malek dan Khairat Shater pernah dipenjara oleh Mubarak, namun mereka tetap dapat menjalankan perusahaan dengan fokus mengembangkan bisnis syariah. Hal ini membuat Ikhwanul menjadi salah satu gerakan terkaya di dunia Arab.

Keberhasilan ini membuat penerus Ikhwanul Muslimin ingin melanjutkan perjuangan tersebut. Mereka ingin menerapkan syariah dalam kehidupan sehari-hari, termasuk untuk perbankan. "Syariah akan diterapkan lebih di perundang-undangan negara Mesir, terutama di bidang keuangan negara," ujar Kepala Urusan Eksternal Partai Ikhwanul Muslimin, Tarek Farahat, seperti dilansir laman Los Angeles Times, Senin (18/6).

Namun hal ini dinilai terlalu muluk bagi Ikhwanul Muslimin. "Sebagian besar pemimpin Ikhwanul Muslimin terlalu pragmatis untuk menerapkan negara Islam fundamentalis," ungkap profesor ilmu politik Universitas Amerika di Kairo, Ashraf Sherif.

Para pemimpin ini dinilai tidak memiliki dana untuk melembagakan perubahan sosial radikal seperti Arab Saudi dan negara-negara Teluk. Namun pada saat yang sama hal tersebut juga tidak layak untuk Mesir.

Mereka ingin merestrukturisasi masyarakat, lanjut Sherif. Namun untuk saat ini mereka tidak lebih dari berharap untuk menerapkan fokus bisnis pada pasar bebas. "Ekonomi syariah adalah tidak lebih dari ekonomi berbasis agama yang berfokus pada moral masyarakat. Secara taktis, hal ini sangat terintegrasi dengan ekonomi kapitalis internasional."

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement