REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) dalam amar putusannya, menerima sebagian permohonan pemohon mengenai batasan waktu pencekalan tehadap tersangka dalam perkara pidana. Dalam hal tersebut MK menyatakan waktu pencekalan berlaku paling lama enam bulan dan dapat diperpanjang enam bulan.
"Amar putusan mengadili, menyatakan mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," ucap Ketua Hakim Konstitusi, Mahfud MD, saat membacakan putusan pengujian Pasal 97 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, Rabu (20/6).
Dalam pertimbangannya, Mahkamah menyatakan Pasal 97 ayat (1) UU tersebut sepanjang frasa 'setiap kali' bertentangan dengan UUD 1945. Selain itu, pasal tersebut juga tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Seperti diketahui, pengujian pasal tersebut diajukan oleh Yusril Ihza Mahendra. Dalam pengajuannya, Yusril yang pernah berada dalam status cekal selama 1,5 tahun terkait kasus dugaan korupsi Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) ini, menganggap frasa 'setiap kali' dalam pasal tersebut dapat menyebabkan terjadinya perpanjangan pencegahan ke luar negeri.
Menurutnya, hal tersebut juga bertentangan dengan hak warga negara untuk memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya. Selain itu, juga hak untuk kembali. "Padahal sudah dijamin dalam Pasal 28E ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945," katanya.
Menanggapi pertimbangan tersebut, Hakim Konstitusi lainnya, Anwar Usman, berpendapat, karena ketidakpastian hukum tersebut, juga membuat ketidakpastian kepan penyidikan akan berakhir. Pada sisi lain, dia menganggap, ketentuan pasal tersebut juga akan menimbulkan kesewenang-wenangan aparat penegak hukum, yaitu Jaksa Agung, Menteri Hukum dan HAM, dan pejabat lainnya yang berwenang melakukan pencegahan.
"Ini akan menimbulkan ketidakadilan bagi tersangka," kata dia. Tapi, selama masa perpanjangan itu dibatasi dan didasarkan dengan keadilan dan kepastian hukum, maka tidak akan bertentangan dengan konstitusi.
Selain itu, MK juga menegaskan dengan ketidakjelasan penyelesaian suatu perkara, justeru malah merugikan penegakan keadilan itu sendiri. Hal tersebut lantaran keadilan yang ditunda-tunda dapat menimbulkan ketidakadilan (justice delayed is justice denied).
Karena itu, dalam putusannya, MK menetapkan frasa 'setiap kali' dalam Pasal 97 ayat (1) UU Keimigrasian tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. MK juga menetapkan batas waktu pencekalan maksimal satu tahun.