Sabtu 23 Jun 2012 21:19 WIB

Inilah Penyebab Suhu Ekstrem di Indonesia

Rep: Fenny Melisa/ Red: Heri Ruslan
Memasuki musim kemarau banyak kolam ikan atau tambak dilanda kekeringan di kawasan Marunda, Jakarta Utara, Jumat (9/9). (Republika/Agung Supriyanto)
Memasuki musim kemarau banyak kolam ikan atau tambak dilanda kekeringan di kawasan Marunda, Jakarta Utara, Jumat (9/9). (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kondisi tutupan awan yang minim dapat menyebabkan suhu ekstrem. Kepala Subbidang Cuaca Ekstrem Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Kukuh Ribudiyanto mengatakan suhu ekstrim yang melanda beberapa daerah di Indonesia dikarenakan sinar matahari yang maksimal tidak tertutupi awan.

“Ketika sinar matahari maksimal di suatu daerah dan kondisi tutupan awan minim, maka akan menyebabkan suhu naik hingga menjadi ekstrim, “ ujar Kukuh ketika dihubungi Republika Sabtu (23/6).

Kukuh menyatakan saat ini secara umum pertumbuhan awan di setiap daerah Indonesia tersebar merata terutama daerah Sumatra Barat, Riau, dan Bengkulu dan potensi hujan terdapat di Bogor. Kondisi suhu pun di seluruh Indonesia saat ini berkisar antara 33 hingga 34 derajat Celsius.

“Suhu tertinggi di Indonesia tercatat di Nanga Pinoh, bagian tengah Kalimantan Barat. Suhu disana mencapai 35 derajat. Untuk di Jakarta suhu tertinggi tercatat di Kemayoran mencapai 34 derajat Celsius dan Tanjung Priuk 33,4 derajat Celsius,” ujar Kukuh.

Menurut Kukuh  adalah hal yang wajar jika suhu di beberapa wilayah di Indonesia menjadi ekstrem akhir-akhir ini mengingat saat ini Indonesia memasuki musim kemarau. “Wajar jika suhu menjadi ekstrim karena saat ini memasuki musim kemarau.

Jika sinar matahari maksimal, ditambah tutupan awan sedikit, dan lingkungan yang tidak menyerap sinar matahari, malah justru berupa bangunan yang memantulkan sinar matahari, maka menyebabkan suhu menjadi ekstrim,” ungkap Kukuh.

Kukuh juga menjelaskan pembentukan awan yang menjadi salah satu faktor penentu suhu ekstrim. Awan, kata Kukuh, bersifat memantulkan dan menyerap radiasi surya serta menyerap radiasi bumi sehingga juga menentukan pemanasan dan pendinginan bumi.

"Umumnya pembentukan awan yang cukup tinggi terdapat di daerah dekat ekuator. Keawanan yang sangat rendah di daerah yang terletak sekitar 20 hingga 30 derajat lintang yang merupakan daerah divergensi karena adanya sel-sel tekanan tinggi subtropika. Keawanan rata-rata terbesar ditemui di sekitar lintang 60 derajat yang merupakan daerah pertemuan massa udara hangat dan lembab dari lintang rendah dan udara dingin dan kering dari kutub," ujarnya.

Pembentukan awan, jelas Kukuh, dipengaruhi beberapa hal. Diantaranya kelembaban udara, belokan angin, dan ketinggian tempat.

“Ketika kelembaban tinggi maka pertumbuhan awan tinggi dan umumnya kelembaban tinggi terdapat di daerah dengan ketinggian 5 hingga 10 kilometer diatas permukan laut (dpl),” kata Kukuh.

Sedangkan angin, lanjut Kukuh, ketika di ekuator (garis khatulistiwa) ia akan berbelok. “Saat ini angin yang bertiup adalah angin siklon timur yang bertiup dari selatan ekuator khususnya dari arah tenggara. Sampai di ekuator akan belok ke utara dan timur laut. Ketika berbelok itulah kerap menarik tutupan awan suatu daerah,” ujar Kukuh

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement