Kamis 28 Jun 2012 14:49 WIB

Setjen DPR Raih Predikat Wajar Tanpa Pengecualian dari BPK

Rep: Mansyur Faqih/ Red: Heri Ruslan
Sekjen DPR Nining Indra Saleh menerima laporan hasil pemeriksaan dari Ketua BPK, Hadi Poernomo, di Auditorium Kantor BPK RI Jakarta, Jumat (24/6).
Foto: Dok. Setjen DPR RI
Sekjen DPR Nining Indra Saleh menerima laporan hasil pemeriksaan dari Ketua BPK, Hadi Poernomo, di Auditorium Kantor BPK RI Jakarta, Jumat (24/6).

REPUBLIKA.CO.ID, Sekretariat Jenderal (setjen) DPR mendapat predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk tahun anggaran 2011.

Hasil ini semakin mengukuhkan prestasi setjen DPR dalam pengelolaan anggaran. Apalagi, ini merupakan tahun ke tiga secara berturut-turut status WTP disandang setjen DPR sejak 2009.

‘’Ini merupakan hal yang membanggakan. Karena dari 34 institusi, setjen DPR termasuk dalam 27 lembaga yang mendapatkan status WTP. Lebih baik dari tujuh institusi lain yang mendapat WDP (wajar dengan pengecualian),’’ kata Sekretaris Jenderal (sekjen) DPR, Nining Indra Saleh, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.

Ia menjelaskan, BPK memberikan status WTP karena beberapa alasan. Antara lain, anggaran DPR disusun sesuai standar akuntansi pemerintah (SAP) yang diterapkan secara konsisten. Dengan pengungkapan yang memadai dari CaLK (catatan atau Laporan Keuangan). Sertan bagian lain dari laporan keuangan.

Alasan lainnya, memenuhi karakteristik LK (relevan, andal, dapat dibandingkan, dan dapat dipahami serta bebas dari kesalahan/kekeliruan/ketidakpastian yang material). setjen DPR juga diklaimnya telah memenuhi sistem pengawasan internal (SPI) dan patuh terhadap semua peraturan perundang-undangan.

Menurut Nining, predikat WTP dari BPK itu dapat membantu memperbaiki citra DPR yang terus merosot di mata masyarakat belakangan ini. Pasalnya, meskipun merupakan dua lembaga yang berbeda, namun keduanya tak bisa dipisahkan. Apalagi, DPR juga memiliki fungsi anggaran.

‘’Saya berharap, ini dapat meningkatkan citra DPR yang blakangan dapat sorotan tajam dari masyarakat. Makanya, ini sangat membanggakan,’’ papar dia.

WTP, kata Nining, merupakan predikat tertinggi yang bisa diberikan BPK sebagai auditor kepada lembaga negara. Karenanya, menjadi pekerjaan rumah bagi setjen DPR untuuk terus melakukan kerja keras dan mempertahankan predikat tersebut. apalagi, setelah mendapatkannya dalam tiga tahun berturut-turut.

‘’Dulu dengan predikat WDP, saya bisa dibilang tenang-tenang. Karena memang masih ada kekurangan yang harus diperbaiki. Tapi sekarang, dengan WTP justru pekerjaan menjadi lebih berat. Karena kalau jadi WDP, artinya ada penurunan kinerja,’’ ungkap Nining.

Karenanya, ke depan setjen DPR akan terus melakukan upaya-upaya perbaikan kinerja. Antara lain, ada 14 upaya perbaikan sitem akuntansi dan pelaporan keuangan di setjen DPR. Antara lain, pembenahan inventarisasi dan penilaian (IP) aset DPR oleh KPKNL Jakarta I dan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (RJKN) untuk menilai kewajaran nilai aset yang dimiliki DPR. Berita acara IP pun telah terbit pada Agustus 2009.

Selain itu, tambahnya, setjen DPR juga melakukan konsolidasi dan rekonsiliasi atas hasil IP antara SIMAK-BMN, SAKm dan DJKN. Hasil IP tersebut pun telah sesuai dengan perhitungan BPK atas aset DPR.

Upaya perbaikan lainnya yaitu melakukan rekonsiliasi laporan keuangan tepat waktu. Antara lain, rekonsiliasi bulan dengan KPPN Jakarta III, rekonsiliasi semesteran dengan Dirjen APK, KPKNL, dan DJKN.

‘’Kita juga telah menjalin kerja sama yang intensif dengan kementerian keuangan. Khususnya dengan KPPN Jakarta III, Ditjen APK, KPKNL, dan DJKN sebagai pembina kementerian/lembaga,’’ ujar Nining.

WTP, lanjutnya, bukan menjadi akhir segala-galanya bagi setjen DPR. karena, tantangan ke depan diyakininya akan lebih banyak. Makanya, ia meminta kepada seluruh jajarannya untuk bekerja keras dan meningkatkan kualitas sehingga dapat semakin baik.

‘’Jadi kalau bisa ada predikat lain dari BPK, bisa kita raih. Oleh kita semua, seluruh seluruh jajaran setjen DPR sebagai pengguna anggaran keuangan negara.’’

Beberapa hal riskan yang akan menjadi konsentrasi dari setjen yaitu pengadaan barang dan jasa. Ini diakuinya akan terus ditingkatkan. Antara lain dengan membangun sistem e-procurement. Yaitu, melakukan pengadaan barang dan jasa melalui media elektronik (internet). Sehingga pengadaan barang dan jasa bisa menjadi lebih terbuka dan transparansi.

Ini sesuai dengan anjuran dari menteri keuangan yang menyatakan kalau semua kementerian/lembaga sudah harus menggunakan sistem e-procurement pada 2012.  

‘’Kita intansi ke delapan yang pakai e-procurement yang waktu itu diresmikan ketua DPR, Marzuki Alie di 2010. Namanya LPSE. Jadi, setiap tender di atas Rp 100 juta sekarang harus pakai LPSE. Sudah terbuka dan dipantau oleh lembaga pengawas,’’ pungkasnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement