Ahad 01 Jul 2012 10:37 WIB

MUI: Cuci Uang Sama dengan Pencurian dan Penipuan

Rep: erdy nasrul/ Red: M Irwan Ariefyanto
Pencurian data, ilustrasi
Pencurian data, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,TASIKMALAYA -- Ijtima' Ulama Indonesia menilai kejahatan pencucian sejajar dengan pencurian dan penipuan. Kejahatan ini mendapat perhatian khusus, karena tindak pidana ini belum pernah dibahas para ulama zaman dulu.

Ketentuan hukum yang disepakati dalam ijtima' yang diikuti sekitar 800 ulama ini memutuskan lima hal. Pertama, pencucian uang merupakan tindak pidana, karena merupakan bentuk pencurian dan penipuan. Kejahatan ini dinilai terorganisir karena melibatkan sejumlah orang. Pelakunya dipastikan tidak sendirian.

Ada yang berperan sebagai pelaku tindak pidana, seperti korupsi misalkan. Kemudian hasil korupsi dimanfaatkan untuk membuka usaha konstruksi bangunan misalkan. Uang hasil korupsi akhirnya terlihat seperti jerih payah sendiri. "Ini menipu," jelas Ketua MUI, KH Ma'ruf Amin, di Tasikmalaya, Jawa Barat, Ahad (1/6).

Kedua, pelaku tindak pidana ini layak dihukum dengan ancaman hukuman yang berlaku dan kemudian dikucilkan. Mereka harus diberikan pelajaran agar tidak lagi melakukan kejahatan yang sama. "Intinya adalah hukuman yang memberikan efek jera," paparnya.

Ketiga, menerima dan memanfaatkan uang yang berasal dari pencucian uang haram hukumnya. Hal ini diatur dalam al-Quran Surat al-Baqarah 188, "Dan janganlah kamu memakan harta orang lain dengan cara yang tidak benar karena nanti akan dihukum." Hal sama juga ditegaskan dalam QS al-Nisa: 29.

Keempat, penerima uang yang berasal dari tindak pidana pencucian uang wajib mengembalikannya kepada negara. Uang tersebut kemudian dimanfaatkan untuk kemaslahatan umum.

Terakhir, penerima hasil pencucian uang tidak perlu dihukum jika sudah mengembalikan hasil itu kepada negara. Hal ini dinilai wajar, karena penerima belum tentu berperan sebagai pelaku kejahatan asal yang kemudian hasilnya diputar dalam proses pencucian uang.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement