REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dugaan tindak korupsi pengadaan Alquran seharusnya tidak terjadi bilamana Kementerian Agama memfungsikan peran gedung percetakan Alquran di Ciawi secara maksimal.
Karena dugaan tersebut kini telah menjadi sorotan publik, ICW kemudian mempertanyakan kegiatan percetakan yang berlangsung di gedung yang diresmikan oleh Menteri Agama, Maftuh Basyuni tersebut.
Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran ICW, Firdaus Ilyas, menjelaskan, pada 15 Desember 2008, Menteri Agama, Maftuh Basyuni meresmikan Pembangunan Gedung Percetakan Al Qur’an di Komplek Wisma Departemen Agama di Ciawi, Bogor, Jawa Barat. Pembangunan tersebut, ungkap dia, merupakan tindak lanjut Kepmen Agama No. 77 Tahun 1996, tentang bantuan langsung dari Menteri Agama sebesar Rp26 miliar.
"Dananya dari APBN. Rinciannya Rp3 miliar untuk bangun gedung, Rp22 untuk pengadaan mesin dan Rp1 miliar untuk biaya operasional," ucap Firdaus melalui sambungan telepon.
Dalam hal ini, Firdaus mempertanyakan keputusan Kementerian Agama yang menyerahkan penyelenggaraan percetakan Alquran kepada swasta. Padahal, tutur dia, Kemenag memiliki percetakan sendiri yang bisa jadi dapat mengurangi besaran dana yang dianggarkan untuk pengadaan Alquran.
"Karena percetakan sendiri, mungkin bisa lebih kecil harganya," ujar Firdaus kepada Republika.
Atas dasar itu, Firdaus menyatakan, KPK juga harus menelusuri peran percetakan tersebut. Jika ternyata gedung yang ditargetkan mencetak 1,5 juta eksemplar Alquran per tahun itu tidak digunakan secara tepat, Firdaus mengatakan, boleh jadi ada dugaan pemborosan anggaran negara di sana.
"Dananya kan dari APBN, kalau tidak digunakan berarti ada pemborosan uang negara di sana," jelas Firdaus.