REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan operasi tangkap tangan terkait kasus suap sektor perpajakan. Kembali terjadinya penangkapan itu, membuktikan bahwa upaya pembersihan di Direktorat Jenderal Pajak belum dilakukan.
"Kembalinya operasi tangkap tangan di sektor pajak membuktikan upaya pembersihan belum dilakukan. Lagi-lagi kasus suap di institusi yang sama kembali terbongkar," kata Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PuSAKO) Universitas Andalas, Feri Amsari kepada Republika, Jumat (13/7).
Feri menilai, kasus itu menunjukan bahwa pemerintah tidak melakukan reformasi birokrasi para pegawainya. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemerintah tak serius memberantas para mafia korupsi.
Khusus di sektor pajak, Feri mengatakan bahwa pajak merupakan salah satu yang memberi penghasilan besar bagi negara. Tentu saja, para pegawainya dibanjiri tawaran banyak yang menggoda kredibilitas. "Nah seharusnya sektor pajak diisi orang-orang khusus yang memiliki kredibilitas," katanya.
Seperti diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (13/7), kembali melakukan operasi tangkap tangan. Tiga orang diamankan pada operasi tangkap tangan yang diduga terkait suap pajak tersebut.
Menurut Wakil Ketua KPK Bambang Widjodjanto, peristiwa terjadi pada pukul 10.25 WIB di kawasan perumahan Legenda Cibubur, Jakarta Timur. Penangkapan berkaitan dengan suap pajak yang penerimanya adalah Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bogor yang berinisial AS.
"AS diduga menerima pemberian dari orang suruhan PT GEA berinisial E dan seorang sopirnya," kata Bambang kepada wartawan di Pandeglang, Banten, Jumat (13/7).
Sebelumnya, KPK menangkap Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Sidoarjo Selatan Jawa Timur Tommy Hindratno bersama seorang pengusaha bernama James Ginarjo.
James disebut-sebut sebagai perwakilan perusahaan investasi, PT Bhakti Investama. Keduanya ditangkap di Rumah Makan Sederhana di Jalan Abdullah Safii, Tebet, Jakarta Selatan. Di tempat penangkapan, tim KPK menemukan amplop coklat berisi uang sekitar Rp 280 juta.
Dugaan sementara, uang yang diberikan James kepada Tommy diduga untuk memuluskan pemeriksaan lebih bayar pajak senilai Rp 3,4 miliar milik wajib pajak.