REPUBLIKA.CO.ID, PBB, NEW YORK -- Untuk ketiga kalinya, Rusia dan Cina menggunakan hak veto mereka menolak resolusi dewan keamanan soal krisis yang berkelanjutan di Suriah. Hal ini membuat negara-negara Barat yang mendorong resolusi tersebut bereaksi keras.
"Dampak tindakan mereka ialah melindungi rejim brutal. Mereka telah memilih untuk menempatkan kepentingan nasional mereka daripada nyawa jutaan orang Suriah," kata Duta Besar Inggris, Mark Lyall Grant kepada Dewan Keamanan, yang memiliki 15 anggota, setelah veto itu.
Duta Besar AS untuk PBB, Susan Rice menyebut tindakan Rusia-Cina tersebut tindakan yang berbahaya dan tercela dan mengatakan upaya Dewan Keamanan telah gagal sama sekali.
Sementara Duta Besar Prancis, Ferard Araud menyebutnya hal ini sangat menyedihkan untuk Suriah.
Senada dengan mereka, Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon juga mengatakan sangat kecewa dengan penggunaan Hak Veto Rusia dan Cina.
"Saya mulanya berharap Dewan Keamanan dan masyarakat internasional telah bersatu untuk mengirim suara bersatu yang kuat guna menyelamatkan nyawa manusia," kata Ban kepada wartawan saat ia tiba untuk kunjungan ke Slovenia.
Utusan PBB dan Liga Arab untuk Suriah, Kofi Annan, juga menyuarakan kekecewaannya dan mengatakan Dewan telah "gagal melakukan tindakan terpadu yang kuat" sebagaimana yang ia harapkan.
Resolusi dukungan Barat itu, yang mestinya memperpanjang masa tugas misi pengamat PBB di Suriah selama 45 hari lagi, menerima 11 suara mendukung, sementara Afrika Selatan dan Pakistan abstein.
Sementara di Suriah sendiri, kelompok Oposisi terus melakukan pergerakan dengan mengincar Ibu Kota Suriah, Damaskus.
Tentara Suriah Baru (FSA) menyatakan, pertempuran lebih besar di Damaskus telah dimulai dan mereka telah menggunakan taktik baru untuk melancarkan sejumlah serangan serentak di banyak daerah serta membakar ban untuk memecah perhatian militer Suriah.