REPUBLIKA.CO.ID, AMBON -- Penutupan aktivitas penambangan emas tanpa izin (peti) oleh masyarakat di Pulau Buru bertujuan untuk menghindari terjadinya perkelahian antarwarga yang sudah berulang kali terjadi hingga menelan korban jiwa.
"Kami pastikan kegiatan pendulangan logam mulia oleh masyarakat telah dihentikan sejak pekan lalu agar bentrokan yang menyebabkan kerugian material maupun korban jiwa bisa teratasi," kata Kabid Humas Polda Maluku AKBP Johanes Huwae di Ambon, Rabu.
Aparat Polres di Namlea, Kabupaten Buru, masih melakukan penyelidikan terhadap berbagai persoalan hukum yang terjadi, terutama di kawasan Gunung Botak yang sering timbul bentrokan akibat perebutan lahan garapan oleh warga pendatang dengan masyarakat adat yang merupakan penduduk lokal.
Menurut Huwae, Polri berharap ada tindakan Pemerintah Kabupaten Buru bersama aparat kepolisian yang telah menutupi lokasi penambangan emas agar bisa dipatuhi dan masyarakat tidak perlu mendatangi lokasi itu lagi.
Insiden yang muncul selama ini sudah cukup banyak menelan korban jiwa seperti peristiwa 11 Juli 2012 lalu terjadi insiden antara para penambang di kawasan Sungai Anhoni, Kecamatan Waeapo yang menyebabkan tiga warga asal Desa Ambalauw, Kabupaten Buru Selatan meninggal dunia terkena tombak.
Huwae menjelaskan, tiga korban tewas ini terindentifikasi bernama Asim Malaka (30), Acim Lasilu (40) dan Wawan Gunawan (50) sedangkan satu korban lainnya bernama Saleh (36) masih dalam kondisi kritis di RSU Namlea.
Insiden serupa juga terjadi pada 15 Mei 2012 di kawasan Gunung Botak yang mengakibatkan korban jiwa, belum lagi kecelakaan kerja seperti terkena roda as mesin tromol atau longsoran tanah dalam lubang galian yang menewaskan para penambang.
"Polisi akan menjaga setiap pintu masuk ke Namlea, baik pelabuhan laut maupun lapangan terbang guna mencegah warga yang berniat mendatangi lokasi-lokasi pendulangan emas," katanya.