Sabtu 04 Aug 2012 19:30 WIB

Ensiklopedi Islam: Praktik Kontemporer Zakat (1)

Rep: Nashih Nashrullah/ Red: Chairul Akhmad
Zakat fitrah (ilustrasi).
Foto: blogspot.com
Zakat fitrah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Zakat, seperti dinukilkan dalam "Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern," sejak diwajibkan menjelang abad kedua Hijriah, telah berkembang dan meningkat. Selama periode Makkah, perintah ini lebih bersifat sukarela.

Begitu kewajiban zakat dititahkan, rukun Islam ketiga ini pun menjadi kewajiban sosial yang dilembagakan.

Dengan demikian, perintah zakat ditunaikan oleh mereka yang telah mencapai batas minimum wajib zakat (nishab). Zakat memiliki banyak dimensi peran. Antara lain, peran sosial keagamaan dan fungsi sosial ekonomi.

Soal penerapan penghimpunan dan pendistribusian zakat di dunia Islam, John L Esposito mengatakan, meskipun halangan eksternal dan internal merintangi pelaksanaan syariat di negara-negara Muslim, beberapa negara mulai tetap berupaya untuk menerapkannya. Praktik ini kini dilaksanakan di Yordania, Arab Saudi, Pakistan, Kuwait, Libia, Iran, Sudan, Malaysia, dan Indonesia.

Tidak perlu ditegaskan, apa yang dilakukan oleh negara-negara ini adalah wujud dari usaha kontemporer yang dianggap sebagai awal dari perjalanan panjang zakat menuju penerapan zakat yang ideal. Pengalaman di dua negara, Sudan dan Pakistan, bisa jadi contoh.

Di Sudan, setelah periode Pemerintahan Islam Mahdi di Sudan (1885-1899), zakat tetap dibayarkan oleh individu Muslim atas dasar perorangan. Ini karena belum terdapat lembaga sukarela atau resmi yang bertugas mengumpulkan dan mendistribusikan dana zakat.

Lembaga seperti itu baru berdiri pada 1980. Kehadiran lembaga zakat ini mendorong umat Islam Sudan membayarkan dana zakat mereka secara resmi ke instansi tersebut.

Untuk pertama kalinya, pada 1984, sejak masa kekuasaan Mahdi, zakat menjadi kewajiban resmi yang didasarkan atas peraturan pemerintah. Pemerintah Sudan mengeluarkan undang-undang pajak dan zakat pada tahun yang sama. UU itu memadukan pajak dan zakat.

Ini disempurnakan dengan UU Zakat 1986 yang baru. Ada dua tujuan utama dalam UU ini, yaitu pemerintah adalah otoritas pengumpul zakat. Kedua, pembukaan kantor-kantor cabang di daerah dengan pusatnya di Khartoum.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement