REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Wakil Menteri ESDM, Rudi Rubiandini membantah, Undang-Undang No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi lebih mementingan perusahaan asing.
"Kontraktor asing hanya menjalankan tugas pemerintah dan selanjutnya diberikan upah 15 persen setelah mendapatkan minyak dan 30 persen untuk gas. Jadi, saya bingung dimana proasingnya," katanya di Jakarta, Ahad (5/8).
Saat ini, Mahkamah Konstitusi (MK) tengah menggelar sidang 'judicial review' UU Migas yang diajukan sejumlah tokoh dan ormas Islam. Pokok gugatan adalah UU dinilai lebih mementingkan perusahaan asing, sehingga melanggar Pasal 33 UUD 1945.
Menurut Rudi, negara tetap menguasai sepenuhnya kekayaan alam migas yang ada. "Kedaulatan migas sepenuhnya tetap di tangan negara. Kontraktor asing hanya dibutuhkan untuk menggali apa yang kita ingin dapatkan," katanya lagi.
Terkait alasan keberadaan perusahaan asing tersebut, ia melanjutkan, mereka memang sudah ada sejak awal. Kontrak kerja sama dengan perusahaan asing tersebut bukanlah dikarenakan adanya UU Migas, tapi jauh sebelum UU Migas disahkan pada 2001.
Dalam menjalankan tugas, tambahnya, kontraktor juga didikte dan diawasi secara ketat oleh Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) yang memang khusus ditugaskan negara. Dengan demikian, Rudi juga mengatakan, UU Migas sudah memenuhi ketentuan Pasal 33 UUD 1945.
"Tidak ada bagian negara yang dikuasai asing. Bahwa kita butuh modal dan tenaga dari asing, itu sudah konsekuensi kita yang masih memiliki keterbatasan modal dan untuk menghindari risiko kerugian negara," ujarnya.
Untuk itulah, lanjutnya, masih diperlukan investasi baik asing maupun domestik. Adanya investasi asing menunjukkan hal positif, karena menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, dan mendukung pertumbuhan ekonomi.
Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar, Bobby Rizaldi menilai, peran BP Migas perlu dilakukan penguatan, sehingga mampu mengawasi kontraktor khususnya asing dengan lebih maksimal. "Kami tengah membahas keberadaan Dewan Pengawas dalam UU Migas yang baru," katanya.
Dewan Pengawas tersebut tertuang dalam draf ketiga RUU Migas sebagai usulan DPR. Sesuai RUU itu, Dewan Pengawas yang bertugas mengawasi BP Migas, diangkat dan diberhentikan Presiden.
Susunan Dewan Pengawas BP Migas terdiri dari Menteri ESDM sebagai ketua, dengan anggota adalah Mendagri, Menkeu, Menhan, Menhut, Menteri LH, Menhub, dan Kepala Badan Pertanahan Nasional.