REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana dari Universitas Indonesia, Ganjar Laksamana, punya pendapat sendiri soal sikap kepolisian yang tawar menawar dengan hukum yang sudah jelas soal kewenangan penyidikan dugaan korupsi simulator SIM. Karena itu, menurutnya, Polri ditempatkan saja di bawah Kementerian Perdagangan (Kemendag).
“Ke depan saya pikir Kepolisian RI diletakkan di bawah Kementerian Perdagangan saja. Mereka secara umum sifatnya memang selalu melakukan tawar menawar dengan hukum, mereka memang jago di urusaan tawar menawar dan tarik ulur karena hal itu nampaknya sudah menjadi kebiasaan,” ujar Ganjar, Ahad (5/8).
Dalam kasus korupsi simulasi SIM kata Ganjar sudah jelas dituliskan dalam Pasal 50 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam pasal itu disebutkan, jika KPK masuk dan mengambil alih penyelidikan, maka yang lain harus berhenti melakukan penyelidikan.
“Jadi ini sudah sangat jelas, mana yang Polri tidak pahami dari UU ini? Kalau KPK melakukan penyelidikan atas satu kasus maka yang lain harus setop. Barang yang sudah jelas seperti ini masih mereka mau tawar juga, kan keterlaluan,” tambahnya.
Selain itu pernyataan Jaksa Agung Basrief Arief juga menegaskan bahwa kewenangan penyidikan kasus itu ada di KPK seharusnya juga sudah merupakan sinyal dari Jaksa Agung. Dengan pernyataan ini sebenarnya menurut Ganjar, Jaksa Agung ingin mengatakan kepada kepolisian untuk tidak menyidik karena akan menjadi hal yang percuma.
“Itu signal dari Jaksa Agung yang akan menolak. Cuma nanti tolong dicermati juga kalau Polisi juga melimpahkan berkas perkara kepada kejaksaan, karena saya khawatir dengan banyaknya kasus yang juga menimpa jaksa agung muda, hal ini menjadi bahan bargaining lagi bagi pihak kepolisian untuk menekan kejaksaan agung menerika berkas perkara yang mereka limpahkan,” tegas Ganjar lagi.