Senin 06 Aug 2012 15:13 WIB

Yusril: Presiden Berwibawa Mampu Selesaikan Persoalan KPK - Polri

Rep: Ani Nursalikah/ Red: Hazliansyah
Kuasa Hukum Siti Fadilah Supari, Yusril Ihza Mahendra menjawab pertanyaan wartawan setibanya di Bareskrim Mabes Polri Jakarta, Rabu (9/5). Yusril mempertanyakan status kliennya, mantan Menkes yang menjadi tersangka terkait kasus proyek pengadaan alat keseh
Foto: Antara
Kuasa Hukum Siti Fadilah Supari, Yusril Ihza Mahendra menjawab pertanyaan wartawan setibanya di Bareskrim Mabes Polri Jakarta, Rabu (9/5). Yusril mempertanyakan status kliennya, mantan Menkes yang menjadi tersangka terkait kasus proyek pengadaan alat keseh

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menilai, sengketa kewenangan penanganan kasus dugaan korupsi simulator SIM antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Mabes Polri tidak perlu dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK) jika presiden bisa menengahi.

"Kalau presidennya berwibawa dia bisa menengahi. Kalau presidennya tidak berwibawa ya tidak bisa menengahi," ujar Yusril sembari tertawa usai menghadiri pertemuan tertutup di Mabes Polri, Senin (6/8).

Kendati demikian, ia menegaskan secara hukum tata negara, presiden tidak bisa turun tangan menangani hal tersebut.

Menurutnya, presiden menggunakan kewenangannya karena dia punya kewibawaan terhadap yang lain. Jika presiden mempunyai wibawa, dia bisa bisa menjelaskan ke pihak lain. Dan itu bukan karena kedudukan presiden yang secara konstitusional dapat melakukan itu.

Yusril menilai Mabes Polri lebih berhak menangani kasus simulator SIM. Hal itu karena menurut pasal 6 sampai pasal 10 UU tentang KPK yang mengatur tentang kewenangan KPK. Lembaga super body itu antara lain dapat melakukan supervisi.

Yusril menegaskan, sebagai orang yang menyusun UU KPK, ia memahami betul isi pasal 6 sampai 10 tersebut. Supervisi dilakukan bukan terhadap kasus, tapi lembaganya.  Yusril mengatakan KPK dapat mengambil alih suatu kasus jika penanganan suatu kasus berlarut-larut, laporan tidak ditindaklanjuti atau ingin melindungi mereka yang terlibat dugaan korupsi itu.

Supervisi artinya penguatan terhadap lembaga-lembaga penegak hukum yang lain. Jika polisi atau jaksa lemah dalam penegakan hukum, maka tugas KPK untuk membantu mereka.

"Saya katakan bisa (dibawa ke Mahkamah Agung) kalau sudah tidak bisa ditengahi lagi dan KPK tetap ngotot mau ambil alih. Biar MK yang memutuskan," katanya.

Ia mengaku hingga kini belum ada permintaan untuk mendampingi dari Mabes Polri jika langkah gugatan ke MK diambil Polri. Menurutnya, KPK harus menunjukkan kepada rakyat bahwa mereka menaati UU dan melaksanakannya.

Meski merupakan lembaga super body, tapi ia mengimbau agar KPK menaati UU dan proses hukum. Ia menilai KPK memiliki kecenderungan melanggar batas-batas yang ditetapkan oleh UU.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement