REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana permohonan yang diajukan oleh Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK). Perkaranya adalah soal pembubaran keberadaan fraksi di MPR, DPR, dan DPRD, karena dinilai memboroskan keuangan negara yang berpotensi menimbulkan korupsi.
GNPK menguji Pasal 12 huruf e UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU No 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (UU Parpol) dan Pasal 11, Pasal 80, Pasal 301 dan Pasal 352 UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (UU MD3) terkait keberadaan fraksi-fraksi di MPR, DPR, DPRD.
"Pengujian kedua UU itu untuk membubarkan keberadaan fraksi di MPR, DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota karena bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945," kata kuasa hukum pemohon, Rizky Nugraha, dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di Jakarta, Kamis (9/8).
Rizky menegaskan, dasar permohonan pengujian ini mencegah pemborosan keuangan negara atau menyelamatkan keuangan negara yang diperkirakan sebesar Rp 27,105 triliun hingga berakhirnya masa bakti anggota DPR periode 2009-2014. "Kalau selama lima tahun, perkiraan anggaran untuk fraksi yang harus ditanggung negara sebesar Rp27,105 triliun. Berapa banyak anggaran negara yang telah dikeluarkan selama fraksi ini masih dilembagakan atau ada pada lembaga legislatif di seluruh Indonesia," kata Rizky.
Dia mengatakan bahwa pengujian kedua UU itu semata-mata untuk mengembalikan kedaulatan rakyat yang sejak 9 November 2001 dirampas oleh partai melalui keberadaan fraksi di lembaga legislatif. Rizky mengatakan bahwa UU MD3 mengisyaratkan perlindungan hak-hak anggota legislatif yang membawa aspirasi pemilihnya, namun faktanya keberadaan fraksi-fraksi di MPR, DPR, DPRD justru dijadikan alat oleh Parpol untuk mengesampingkan hak-hak anggota legislatif.
Menanggapi permohonan, Hakim Konstitusi, Acmad Sodiki, mempertanyakan hubungan sebab-akibat antara pengabaian kedaulatan rakyat dan pemborosan keuangan negara yang mengakibatkan pemohon mengalami kerugian konstitusional. "Saudara harus memperjelas hubungan pengabaian kedaulatan rakyat dengan pemborosan keuangan negara dan apakah pemborosan keuangan negara ini," kata Sodiki.
Sedangkan Maria Farida Indrati mengingatkan jika pemohon ingin membubarkan fraksi, apa cukup hanya menguji Pasal 12 huruf e UU Parpol, bagaimana dengan pasal-pasal lain yang juga mengatur keberadaan fraksi dalam UU Parpol. "Kalau diminta fraksi hilang? apakah cukup dengan menguji pasal-pasal ini saja," katanya.