REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kehidupan kebebasan beragama di Indonesia kembali terusik. Ahad (26/8) kemarin kelompok Syiah di Sampang, Madura, diserang ratusan orang kelompok anti-Syiah. Bentrokan mengakibatkan tiga orang meninggal dunia, puluhan orang luka-luka dan beberapa rumah dibakar.
Wakil Ketua Komisi Hukum DPR, Tjatur Sapto Edy, menyatakan bentrokan itu merupakan bukti intelijen Polri tidak berfungsi. Polri gagal mendeteksi dinamika masyarakat sehingga tidak mampu mencegah terjadinya kerusuhan bernuansa keagamaan.
Tjatur Sapto Edy mengemukakan, fungsi intelijen sangat berperan penting untuk mencegah terjadinya kerusuhan. Fungsi ini jelas harus dimaksimalkan agar tindakan preventif dapat dimaksimalkan. Polri harus melebur dalam masyarakat sehingga dapat mengetahui pergerakan massa dalam sebuah kelompok seperti apa.
Ketika Polri melebur, maka nantinya akan terhimpun laporan-laporan di seputar itu. Baru kemudian dianalisa. Jika memang insiden Sampang sebelumnya sudah terdeteksi, maka diduga ada kesalahan analisa sehingga tidak ada tindakan maksimal dari Polri.
"Kembali harus saya sampaikan bahwa fungsi intelejen polri harus diperkuat. Preventif dan preemptive harus ditingkatkan sehingga ada antisipasi untuk mencegah kekerasan," jelas Tjatur yang juga Ketua Fraksi PAN ini, di Jakarta, Senin (27/8).
Kalau sudah seperti sekarang ini, pihaknya meminta Polri untuk melakukan evaluasi internal. Harus diketahui siapa yang bersalah di internal Polri dan kemudian ada sikap tegas.