REPUBLIKA.CO.ID, Bagi bangsa-bangsa Barat, tentu saja Alquran merupakan pintu masuk untuk memahami pemikiran umat Islam.
Atas dasar inilah, kemudian sejak dini Barat melakukan usaha penerjemahan Alquran ke dalam berbagai bahasa Eropa dengan gencar.
Kekuasaan kekhalifahan Islam yang merambah hingga ke wilayah Andalusia, Spanyol membuat agama Islam menjadi agama yang berkembang pesat di wilayah barat benua Eropa.
Perkembangan pesat yang dialami agama Islam, menurut el-Hurr, mendorong seorang Kepala biara Gereja Cluny, Prancis bernama Petrus Agung atau Peter The Venerable untuk menerjemahkan Alquran demi mendapatkan pengetahuan tentang kitab suci umat Islam itu.
Namun amat disayangkan, sebagian besar dari terjemahan Alquran yang dilakukan ke dalam berbagai bahasa Eropa ini jauh dari kebenaran dan hakikat yang sesungguhnya terkandung dalam teks asli Alquran.
Dalam kitab “Tarikh Harakat Al-Istisyraq” dipaparkan bahwa Abraham Hanclemann (1652-1692), seorang pendeta di Hamburg, misalnya, telah menerjemahkan redaksi Alquran tanpa menyertakan penjelasan apa pun.
“Penyebaran kitab (terjemahan) ini sama sekali bukan karena tendensi agama, melainkan sekadar mempelajari bahasa Arab, selain (mempelajari) titik-titik kelemahan Alquran melalui media terjemahan ini dapat kita ungkap,” demikian alasan yang pernah disampaikan oleh Hanclemann.