REPUBLIKA.CO.ID, Kendati karya-karya terjemahan Alquran berbahasa Indonesia masih terbilang sedikit, namun Pemerintah Republik Indonesia menaruh perhatian besar terhadap terjemahan Alquran ini.
Hal ini terbukti bahwa penerjemahan Alquran masuk dalam Pola I Pembangunan Semesta Berencana, sesuai dengan keputusan MPR.
Untuk melaksanakan program ini Kementerian Agama pada masa itu telah membentuk sebuah lembaga Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Penafsir Alquran yang diketuai oleh Prof RHA Soenarjo SH, mantan rektor IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, waktu itu.
Tim ini beranggotakan para ulama dan para sarjana Islam yang mempunyai keahlian dalam bidangnya masing-masing.
Pada masa Orde Baru, dari Repelita ke Repelita, pemerintah selalu mencetak kitab suci Alquran. Pada Repelita V (1984-1989), misalnya, telah dicetak 3.729.250 buah Alquran, terdiri atas Mushaf Alquran, Juz 'Amma, Alquran dan Terjemahannya, serta Alquran dan Tafsirnya.
Atas masukan dan saran masyarakat serta pendapat Musyawarah Kerja Ulama Alquran XV (23-25 Maret 1989), terjemah dan tafsir Alquran tersebut disempurnakan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Lektur Agama bersama Lajnah Pentashih Mushaf Alquran.