REPUBLIKA.CO.ID,Gajah hutan Kamerun bisa punah dari alam liar dalam waktu delapan tahun, jika tak ada tindakan mendesak yang dilakukan guna memerangi perdagangan gelap gading di dunia dan mencegah hilangnya habitat hewan tersebut.
Demikian peringatan seorang pejabat senior Kementerian Kehutanan dan Margasatwa (MINFOF). Pernyataan tersebut dikeluarkan setelah penyitaan 23 gading pada 29 Agustus dari para pemburu gelap yang berkeliaran di Messok, daerah di Kamerun timur. Penyitaan itu dilakukan setelah penyitaan 89 gading pada Juni dan Juli di pinggiran hutan Dja dan Campo-Ma`an di dekat perbatasan dengan Republik Demokratik Kongo (DRC) dan Gabon.
"Ini adalah petunjuk bahwa sedikitnya 56 gajah hutan dibantai di Kamerun tenggara dalam waktu tiga bulan," kata Julien Desire Mbelley, delegasi MINFOF bagi Wilayah Selatan, pada akhir pekan.
"Jumlah tersebut bahkan bisa jauh lebih banyak sebab penjaga hutan di kedua suaka alam itu mengatakan mereka telah melihat beberapa bangkai hewan buas bertubuh besar ini tanpa gading mereka. Itu berarti gading hewan tersebut sudah dicabut dan dibawa pergi," kata Mbelley, sebagaimana dikutip Xinhua, Selasa malam.
"Gajah hutan kami menghadapi ancaman sangat serius. Jumlah hewan itu merosot dalam jumlah besar setiap hari, pekan dan bukan akibat booming perdagangan gelap gading, yang menggiurkan di dunia internasional," kata Mbelley.
Menurut data statistik pada 2008, populasi gajah hutan adalah 140.000 di Basing Kongo secara umum dan 15.000 di Kamerun --12.000 di wilayah timur dan 3.000 di bagian barat-daya. Jumlah tersebut berarti turun sebanyak 75 persen dibandingkan dengan 40 tahun lalu.
Hanya sedikit gajah berada di daerah terlindungi sementara mayoritas berkeliaran di hutan liar sehingga sulit untuk memantau serta mengetahui jumlah pasti hewan itu.
Para pecinta lingkungan hidup menuding meningkatnya permintaan gading dari Asia sebagai tekanan atas gajah hutan dalam beberapa dasawarsa belakangan.
"Situasinya bertambah parah oleh penggurunan dan hilangnya habitat alam mereka akibat bertambahnya populasi manusia, mayoritas dari mereka adalah petani yang mencari lahan tambahan guna menanam pohon dan memperoleh uang. Mereka masuk jauh ke jantung hutan, akibat peningkatan pembalakan liar dan perusahaan tambang yang membuat jalan," tambah delegasi MINFOF tersebut.