REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD - Kecaman terus berdatangan pasca-publikasi film anti-Islam Amerika Serikat (AS). Usai Libya, Yaman dan Mesir, aksi unjuk rasa dan bahkan ancaman terhadap kepentingan-kepentingan negeri Paman Sam tersebut kini bergulir ke Irak.
Milisi Irak, yang selama ini dikenal sebagai dalang pelaku beberapa serangan paling menonjol terhadap warga negara asing selama Perang Irak mengancam aka melakukan aksi balasan terhadap publikasi film anti-Islam tersebut.
"Kejahatan yang disebabkan karena melecehkan Nabi Muhammad SAW akan menempatkan semua kepentingan Amerika dalam bahaya dan kami tidak akan mengampuni mereka untuk itu," kata Qais al-Khazali, pemimpin milisi Asaib al-Haq, Kamis (13/9).
Ancaman tersebut sebenarnya boleh dibilang merupakan tindaklanjut atas penyerbuan pada Selasa (11/9) malam terhadap gedung konsulat Amerika Serikat di Benghazi, Libya, di mana duta besar AS dan tiga staf lainnya tewas.
Saat ini aksi-aksi protes meluas ke negara-negara Muslim lainnya, yang menyebabkan AS meningkatkan pengamanan kedutaan dan konsulatnya di berbagai negara.
Ratusan pemrotes pada Rabu berkumpul di luar Kedutaan Besar AS di Ibu Kota Tunisia, Tunis, sehingga polisi anti-huru-hara menggunakan gas air mata untuk membubarkan orang-orang yang berkerumun, kata laporan media elektronik lokal, Shems FM.
Sebagian pengunjuk rasa mengibarkan bendera kaum Salafi dan membakar bendera Amerika serta meneriakkan bermacam slogan, seperti "Kami adalah pahlawan Allah". Mereka menyampaikan kemarahan mengenai film AS yang menghujat Nabi Muhammad SAW, sehari setelah aksi serupa meletus di Mesir dan Libya.
Kerumunan pemrotes tersebut berusaha memasuki kompleks Kedutaan Besar AS tapi gagal. Sejauh ini tak ada laporan mengenai korban cedera. Pada Selasa, beberapa warga Libya bersenjata yang marah oleh film itu juga menyerbu Konsulat AS di Kota Benghazi di bagian timur Libya dan membakar bangunan Konsulat tersebut.
Akibat peristiwa itu Duta Besar AS untuk Libya Chris Stevens dan tiga staf Konsulat tewas. Presiden Tunisia Moncef Marzouki, Rabu, mengutuk tewasnya duta besar AS itu sebagai "kejahatan tercela", dan menyampaikan "penolakannya terhadap kekerasan serta aksi teror".