REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri syariah beberapa bulan ini mengalami perlambatan pertumbuhan. Berdasarkan data dari Bank Indonesia, pertumbuhan sejak awal tahun hingga semester pertama tidak begitu signifikan.
Dilihat dari dana pihak ketiga (DPK), pertumbuhan industri syariah cenderung kecil. Hingga Juli 2012 DPK perbankan syariah adalah sebesar Rp 121 triliun. Nilai ini hanya naik Rp 6 triliun dibandingkan Desember 2011.
Salah satu penyebab perlambatan ini adalah ditariknya dana haji dalam jumlah besar dari perbankan syariah oleh Kementerian Agama. Penarikan ini menyebabkan industri syariah mengalami penurunan dari sisi DPK pada April. Pada Maret 2012 total DPK perbankan syariah mencapai Rp 119 triliun. Jumlah ini turun menjadi Rp 114 triliun setelah penarikan dana haji di April. Perbankan syariah kembali bangkit pada Juni dengan menambah asupan DPK menjadi Rp 119 triliun dan ditutup Rp 121 triliun pada Juli 2012.
Namun Direktur Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, Edy Setiadi, optimistis penarikan dana ini tidak akan mematahkan semangat pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia. Ia optimistis perbankan syariah bisa mencapai target aset yang ditentukan di akhir tahun, yaitu sekitar Rp 200 triliun. Hingga kuartal kedua saja aset perbankan syariah sudah sekitar Rp 151 triliun. Terlebih lagi ada rencana dana haji akan dikembalikan ke perbankan syariah sekitar Rp 5-7 triliun.
Perbankan syariah ikut optimistis melihat perkembangan saat ini. Ketua Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia, Yuslam Fauzi, mengungkapkan dana haji merupakan salah satu penyebab lambatnya pertumbuhan perbankan syariah. Industri harus mengganti dana ini dengan dana umum dari masyarakat untuk menjaga keseimbangan. "Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya yang bisa mencapai 50 persen," ujar Yuslam, Rabu (12/9).
Mendengar rencana pengembalian dana haji tersebut, Asbisindo cukup bergembira. Dana tersebut diharapkan dapat ditempatkan di perbankan syariah sebagai penopang DPK. Lagipula selama ini dana haji lebih banyak ditampung di perbankan syariah alih-alih perbankan konvensional. Setidaknya lebih dari 50 persen dana haji berasal dari perbankan syariah.
Beberapa tahun terakhir bank syariah telah gencar mensosialisasikan dana haji. Oleh karena itu wajar saja bank syariah menguasai pangsa pasarnya. Yuslam berharap jangan sampai pengelolaan dana haji yang telah dipelihara dengan baik sampai hilang.
Ke depan sangat memungkinkan bagi perbankan syariah untuk memanfaatkan office channeling sebagai upaya pengembangan bisnis haji ini. Bank Mandiri, misalnya memiliki jaringan yang cukup luas dan bisa dimanfaatkan oleh anak usaha dalam mengembangkan dana haji. Pun halnya dengan perbankan syariah besar lain seperti BNI Syariah dan BNI Syariah.
Selain dana haji, perlambatan juga dirasakan akibat aturan baru gadai emas. Sebelumnya Direktur Bisnis BNI Syariah, Imam Teguh Saptono, menyebutkan gadai di BNI Syariah mengalami penurunan pada Maret 2012, yaitu Rp 220 miliar. Padahal pada puncaknya gadai emas BNI Syariah mencapai Rp 750 miliar di September 2011.
Aturan baru membatasi perkembangan gadai perbankan syariah dari tidak terhingga menjadi maksimal hanya Rp 250 juta saja. Dengan ruang yang terbatas, kata Imam, bisnis gadai tidak bisa lebih tinggi daripada tahun lalu ketika belum ada aturan gadai. "Paling tinggi sampai akhir tahun hanya Rp 300 miliar," ungkap Imam.
Bagi BNI Syariah perlambatan juga terjadi karena perusahaan tengah fokus kepada penataan portofolio untuk aset sehat pada 2013. Imam juga mengatakan perlambatan juga karena faktor likuiditas. Beberapa bank syariah, kata dia, mengalami tekanan likuiditas. Untuk dana haji Imam mengaku tidak begitu berdampak di BNI Syariah. Pasalnya nilainya kurang dari 40 persen dari total DPK.