REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih merumuskan formula besaran pungutan dari lembaga keuangan. Pungutan tersebut akan menjadi salah satu sumber keuangan OJK di samping anggaran negara.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D Hadad mengatakan OJK akan memiliki anggaran sendiri pada 2013 mendatang. Karena itu, besaran pungutan akan ditentukan menjelang 2013. "Kami masih mengembangkan formula yang baik, sehingga menjelang 2013 saat OJK mulai jalan, persoalan itu sudah clear," ujarnya di Jakarta, Senin (24/9).
Pungutan untuk sumber keuangan lembaga pengawas dinilai Muliaman, lazim dilakukan. Hal itu telah dipraktikkan di sejumlah negara. "Kami masih mencari 'best practice' yang diterapkan negara lain," ujarnya.
Besaran pungutan yang sebelumnya dipratikkan didasarkan pada sejumlah tolak ukur seperti layanan, risiko, dan volume. Penarikan pungutan atas dasar layanan dibebankan kepada setiap jenis layanan yang diberikan pengawas kepada lembaga keuangan. Pungutan yang dibebankan berdasarkan risiko disesuaikan dengan kesulitan tindakan pengawasan yang lebih dari standar normal.
Sementara itu, pungutan berdasarkan volume merupakan pembebanan atas dasar persentase yang dijadikan dasar pembebanan. Dasar tersebut misalnya, laporan aktiva tertimbang menurut risiko yang telah diaudit.
Praktik pungutan sebelumnya telah dilakukan di Hongkong. Pembebanan dilakukan atas dasar layanan terkait proses perizinan. Di Estonia, pembebanan pada lembaga keuangan berdasarkan atas dasar layanan dan volume. Estonia menerapkan daftar tarif per layanan 1 persen dari kebutuhan modal minimum bank dan daftar persentase pembebanan sesuai dengan aset yang diawasi. Sementara, pembebanan yang didasarkan pada layanan, volume, dan risiko diterapkan di Slovakia.
Anggaran OJK pada 2012 masih dibebankan hanya pada APBN. Muliaman mengatakan anggaran OJK pada 2012 berasal dari anggaran Bapepam LK. "Untuk anggaran 2013 masih finalisasi," ujarnya. Dalam Rencana APBN 2013 sendiri, anggaran untuk OJK mencapai Rp 900 miliar-1 triliun.