Rabu 26 Sep 2012 13:34 WIB

Tentang Kasyaf (4-habis)

Ilustrasi
Foto: blogspot.com
Ilustrasi

Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar

Said Hawwa berkomentar dalam bukunya yang berjudul Tarbiyyatuna Al-Ruhiyyah”. Menurut nya, mengedepankan pesan khusus, jangan sampai kasyaf yang diperoleh malah menjadi hijab tebal bagi yang bersangkutan.

Pernyataan Said Hawwa ini sejalan dengan ayat Alquran, “Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain per kata an-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jika Tuhan mu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.” (QS Al-An’am [6]:112).

Dalam ayat lain disempurnakan, “Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami beri kan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Alkitab), kemudian dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu lalu dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orangorang yang sesat.”

“Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)-nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung pada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti an jing jika kamu menghalaunya di ulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga).” (QS al-A’raaf [7] : 175-177).

Ayat di atas memungkinkan seseorang yang sudah menggapai kasyaf, namun mendewa-dewakannya dan menceritakan kemana-mana pengalaman batin tersebut. Jika muncul perasaan bangga ketika ia mendapatkan pujian dari orang lain maka kasyaf inilah yang justru akan menjerumuskannya ke bawah.

Sebaliknya, ada pendosa besar jatuh ke bawah tetapi kemudian melenting kembali ke puncak, lantaran bangkitnya kesadarannya untuk melakukan pertobatan besar, sehingga ia berkeyakinan dosa yang baru saja dilakukannya adalah dosa terakhir dari seluruh dosa yang pernah dilakukannya.

Jadi, sebuah contoh yang kontras; seorang terjun ke dunia kehinaan lantaran takabur dalam menerima kasyaf. Sebaliknya, seorang pendosa besar lalu insyaf dan tobat, maka ia memantulkan diri ke atas melampaui tingkatan spiritual sebelumnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا تُوْبُوْٓا اِلَى اللّٰهِ تَوْبَةً نَّصُوْحًاۗ عَسٰى رَبُّكُمْ اَنْ يُّكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّاٰتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُۙ يَوْمَ لَا يُخْزِى اللّٰهُ النَّبِيَّ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَعَهٗۚ نُوْرُهُمْ يَسْعٰى بَيْنَ اَيْدِيْهِمْ وَبِاَيْمَانِهِمْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَآ اَتْمِمْ لَنَا نُوْرَنَا وَاغْفِرْ لَنَاۚ اِنَّكَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
Wahai orang-orang yang beriman! Bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak mengecewakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengannya; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka berkata, “Ya Tuhan kami, sempurnakanlah untuk kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sungguh, Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.”

(QS. At-Tahrim ayat 8)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement